Jumat, 17 September 2010

PRINSIP DAN TEKNIK PENGAWETAN MAKANAN

Prinsip dan Teknik Pengawetan Makanan ( Pangan )


Agar dapat berjalan, setiap reaksi kimiawi dan enzimatis membutuhkan kondisi lingkungan yang optimum (misalnya suhu, pH, konsentrasi garam, ketersediaan air, kofaktor dan faktor lainnya). Sebagai contoh, mikroorganisme memerlukan semua kondisi yang optimum untuk berlangsungnya reaksi kimiawi dan enzimatis, dan juga membutuhkan karbon, sumber nitrogen, beragam mineral, dan ada atau tidak ada oksigen (aerobik/anaero-bik), beberapa vitamin dan sebagainya.

Kehilangan mutu dan kerusakan pangan disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
- pertumbuhan mikroba yang menggunakan pangan sebagai substrat untuk memproduksi toksin didalam pangan;
- katabolisme dan pelayuan (senescence) yaitu proses pemecahan dan pematangan yang dikatalisis enzim indigenus;
- reaksi kimia antar komponen pangan dan/atau bahan-bahan lainnya dalam lingkungan penyimpanan;
- kerusakan fisik oleh faktor lingkungan (pada kondisi proses maupun penyimpanan) dan
- Kontaminasi serangga, parasit dan tikus.

Untuk mengontrol kerusakan kita harus membuat kondisi yang dapat menghambat terjadinya reaksi yang tidak dikehendaki. Secara umum, penyebab utama kerusakan produk susu, daging dan unggas adalah mikroorganisme. sementara penyebab utama kerusakan buah dan sayur pada tahap awal adalah proses pelayuan (senescence) dan pengeringan (desiccation) yang kemudian diikuti oleh aktivitas mikroorganisme.

Prinsip pengawetan pangan ada tiga, yaitu:
1. Mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial;
2. Mencegah atau memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan; dan
3. Mencegah kerusakan yang disebabkan oleh faktor lingkungan termasuk serangan hama.

Mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial dapat dilakukan dengan cara:
a. Mencegah masuknya mikroorganisme (bekerja dengan aseptis);
b. Mengeluarkan mikroorganisme, misalnya dengan proses filtrasi;
c. Menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme, misalnya dengan penggunaan suhu rendah, pengeringan, penggunaan kondisi anaerobik atau penggunaan pengawet kimia;
d. Membunuh mikroorganisme, misalnya dengan sterilisasi atau radiasi.

Mencegah atau memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan dapat dilakukan dengan cara destruksi atau inaktivasi enzim pangan, misalnya dengan proses blansir dan atau dengan memperlambat reaksi kimia, misalnya mencegah reaksi oksidasi dengan penambahan anti oksidan.

Pengolahan (pengawetan) dilakukan untuk memperpanjang umur simpan (lamanya suatu produk dapat disimpan tanpa mengalami kerusakan) produk pangan. Proses pengolahan apa yang akan dilakukan, tergantung pada berapa lama umur simpan produk yang diinginkan, dan berapa banyak perubahan mutu produk yang dapat diterima. Berdasarkan target waktu pengawetan, maka pengawetan dapat bersifat jangka pendek atau bersifat jangka panjang.

Pengawetan jangka pendek dapat dilakukan dengan beberapa cara misalnya penanganan aseptis, penggunaan suhu rendah (<20°C), pengeluaran sebagian air bahan, perlakuan panas ‘ringan’, mengurangi keberadaan udara, penggunaan pengawet dalam konsentrasi rendah, fermentasi, radiasi dan kombinasinya.

Penanganan aseptis merupakan proses penanganan yang dilakukan dengan mencegah masuknya kontaminan kimiawi dan mikroorganisme kedalam bahan pangan, atau mencegah terjadinya kontaminasi pada tingkat pertama. Penanganan produk dilakukan untuk mencegah kerusakan produk yang bisa menyebabkan terjadinya pengeringan (layu), pemecahan enzim alami dan masuknya mikroorganisme.

Penggunaan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat laju reaksi kimia, reaksi enzimatis dan pertumbuhan mikroorganisme tanpa menyebabkan kerusakan produk. Beberapa perubahan kimia seperti terjadi pada tepung, sereal, biji-bijian, minyak disebabkan oleh keberadaan air. Air dibutuhkan mikroorganisme untuk mempertahankan hidupnya. Pengeluaran sebagian kandungan air bahan melalui proses pemekatan atau pengeringan akan menurunkan laju reaksi kimiawi, enzimatis maupun mikrobial.

Perlakuan panas ringan (pasteurisasi dan blansir) dilakukan pada suhu <100°C. Proses blansir akan merusak sistem enzim dan membunuh sebagian mikroorganisme. Tetapi, sebagian besar mikroorganisme tidak dapat dihancurkan oleh proses blansir. Pasteurisasi menggunakan intensitas suhu dan waktu pemanasan yang lebih besar daripada blansir.

Pasteurisasi akan menginaktifasi enzim, membunuh mikroorganisme patogen (penyebab peyakit) dan sebagian mikroorganisme pembusuk. Beberapa reaksi penyebab kerusakan pangan dipicu oleh oksigen. Reaksi kimiawi seperti oksidasi lemak (ketengikan) yang terjadi pada minyak sayur, biji-bijian, buah-buahan, sayuran, susu, daging dan reaksi pencoklatan pada buah dan sayur dapat diperlambat dengan mengurangi kehadiran oksigen.

Penggunaan pengawet dengan konsentrasi rendah dan proses fermentasi juga merupakan cara yang dapat dilakukan untuk pengawetan temporer. Gula, garam, asam dan SO2 menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Asam laktat yang dihasilkan selama proses fermentasi akan menghambat pertumbuhan kapang dan kamir. Pemaparan pangan dengan radiasi elektromagnetik bisa merusak atau menghambat beberapa mikroorganisme dan sistim enzim alami tanpa perubahan nyata pada kualitas produk.

Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk pengawetan jangka panjang adalah pemanasan pada suhu tinggi (?100°C), penggunaan pengawet kimia, pengeringan, pengeluaran udara (pemvakuman), pembekuan dan kombinasi proses. Pemanasan pada suhu tinggi yang dilakukan bersama-sama dengan pengemasan yang bisa mencegah rekontaminasi, dapat menghambat/merusak mikroorganisme dan enzim.

Penggunaan gula atau garam dengan konsentrasi yang tinggi akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan reaksi enzimatis, seperti yang dilakukan pada pembuatan jeli dan dendeng. Pengawet alami seperti etanol, asam asetat dan asam laktat yang dihasilkan oleh mikroorganisme terpilih selama proses fermentasi bisa menghambat pertumbuhan mikroorga-nisme pembusuk. Penambahan pengawet seperti asam benzoat dan asam propionat juga berfungsi menghambat mikroorganisme secara selektif.

Proses pengeringan akan mengeluarkan air dan menyebabkan peningkatan konsentrasi padatan terlarut didalam bahan pangan. Kondisi ini akan meningkatkan tekanan osmotik didalam bahan, sehingga menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan memperlambat laju reaksi kimia maupun enzimatis. Penghilangan udara akan mengeluarkan semua oksigen sehingga mencegah berlangsungnya reaksi kimiawi dan enzimatis yang dipicu oleh oksigen, juga menghambat pertumbuhan mikroorganisme aerobik.

Perlakuan pembekuan (freezing) secara signifikan akan memperlambat laju reaksi kimiawi dan enzimatis serta menghambat aktivitas mikroorganisme. Proses pengawetan biasanya dilakukan dengan mengkombinasikan beberapa metode pengawetan. Sebagai contoh, pembuatan susu pasteurisasi yang ditujukan untuk pengawetan jangka pendek dilakukan dengan kombinasi proses pemanasan ringan (pasteurisasi), pengemasan dan penyimpanan pada suhu rendah (refrigerasi).

Proses pengalengan yang ditujukan untuk pengawetan jangka panjang, dilakukan dengan melibatkan proses pengeluaran udara, pengemasan, pengaturan pH dan penggunaan suhu tinggi (sterilisasi). Juga penting diperhatikan penggunaan \ wadah (container) dan kemasan yang dapat melindungi produk dari mikroorganisme untuk menghindari terjadinya rekontaminasi selama penyimpanan.

perubahan MATERI

Perubahan Materi atau Zat - Secara Fisis / Fisika dan Kimia - Ilmu Kimia
Thu, 18/05/2006 - 10:58pm — godam64
Perubahan materi adalah perubahan sifat suatu zat atau materi menjadi zat yang lain baik yang menjadi zat baru maupun tidak. Perubahan materi terbagi menjadi dua macam, yaitu :
1. Perubahan Materi Secara Fisika atau Fisis
Perubahan fisika adalah perubahan yang merubah suatu zat dalam hal bentuk, wujud atau ukuran, tetapi tidak merubah zat tersebut menjadi zat baru.
Contoh perubahan fisis :
a. perubahan wujud
- es balok yang mencair menjadi air
- air menguap menjadi uap
- kapur barus menyublim menjadi gas, dsb
b. perubahan bentuk
- gandum yang digiling menjadi tepung terigu
- benang diubah menjadi kain
- batang pohon dipotong-potong jadi kayu balok dan triplek, dll
c. perubahan rasa berdasarkan alat indera
- perubahan suhu
- perubahan rasa, dan lain sebagainya
2. Perubahan Materi Secara Kimia
Adalah perubahan dari suatu zat atau materi yang menyebabkan terbantuknya zat baru. Perubahan
Contoh perubahan kimia :
a. bensin biodiesel sebagai bahan bakar berubah dari cair menjadi asap knalpot.
b. proses fotosintesis pada tumbuh-tumbuhan yang merubah air, sinar matahari, dan sebagainya menjadi makanan
c. membuat masakan yang mencampurkan bahan-bahan masakan sesuai resep menjadi masakan yang dapat dimakan.
d. bom meledak yang merubah benda padat menjadi pecahan dan ledakan
Tambahan :
Pada perubahan fisika dapat dikembalikan dari bentuk hasil output menjadi imput, namun pada perubahan kimia tidak dapat dikembalikan menjadi bentuk semula secara sempurna.
Perubahan Zat atau Benda Cair, Padat dan Gas - Pelajaran Kimia dan Fisika
Thu, 18/05/2006 - 10:54pm — godam64
1. Benda atau zat padat berubah menjadi benda cair
= Mencair atau Pencairan
Contoh :
- es krim yang berubah menjadi cair terkena suhu panas
- permen atau coklat yang mencair terkena suhu panas
2. Benda atau zat cair berubah menjadi benda padat
= Membeku atau Pembekuan
Contoh :
- membuat es kebo dari air sirup dalam plastik
- membuat agar-agar atau jelly
3. Benda atau zat padat berubah menjadi benda gas
= Menyublim atau Penyubliman atau Sublim
Contoh :
- kapur barus yang menyublim menjadi gas berbau wangi
- Biang es didalam kotak es tongtong untuk mendinginkan es
4. Benda atau zat gas berubah menjadi benda padat
= Menghablur atau Penghabluran atau hablur atau mengkristal atau pengkristalan
Contoh :
- pembuatan ammonium sulfat dan ammonium nitrat bahan pupuk
5. Benda atau zat gas berubah menjadi benda cair
= Mengembun atau Pengembunan
Contoh :
- Hujan di malam minggu berasal dari uap awan yang menjadi air
- Udara lembab dan dingin di pagi hari membuat embun di pucuk daun
6. Benda atau zat cair berubah menjadi benda gas
= Menguap atau Penguapan
Contoh :
- Air comberan menguap menjadi uap terkena sinar matahari
- Spirtus atau spiritus menguap saat terkena udara
Materi adalah material fisik yang menyusun alam, yang bisa diartikan sebagai segala sesuatu yang mempunyai massa dan menempati ruang. Materi dapat berbentuk gas, cair, dan padat.
Contoh: udara, kapur, meja.
Kimia mempelajari komposisi, struktur dan sifat dari materi, serta perubahan kimia yang terjadi dari materi satu ke yang lainnya. Contoh: kayu terbakar menjadi arang.
Penyusun materi
Materi dapat tersusun dari substansi murni atau tunggal yang terdiri dari satu unsur atau beberapa unsur yang membentuk suatu senyawa. Materi juga dapat tersusun dari senyawa campuran, yang tercampur secara homogen atau heterogen.
Skema klasifikasi materi
Substansi murni :
Materi yang mempunyai sifat dan komposisi tertentu.
Unsur :
Substansi murni yang tidak dapat dipisahkan menjadi sesuatu yang
lebih sederhana, baik secara fisika maupun kimia, mengandung satu jenis atom.
Contoh: hidrogen, oksigen.
Senyawa :
Terbentuk dari ikatan antara atom penyusunnya, dan dapat dipisahkan secara kimia menjadi unsur penyusunnya.
Contoh: air (H2O), gula, CaCO3.
Campuran :
Materi yang tersusun dari beberapa substansi murni, sehingga mempunyai sifat dan komposisi yang bervariasi.
Contoh: gula + air menghasilkan larutan gula, mempunyai sifat manis yang tergantung pada komposisinya.
Campuran homogen :
Mempunyai sifat dan komposisi yang seragam pada setiap bagian campuran, tidak dapat dibedakan dengan melihat langsung.
Contoh: garam dapur dan air.
Campuran heterogen :
Mempunyai sifat dan komposisi yang bervariasi pada setiap bagian campuran, dapat dibedakan dengan melihat langsung (secara fisik terpisah).
Contoh: gula dan pasir.
Gambar di bawah menunjukkan sebagian permukaan bumi. Unsur aluminium, besi, oksigen, dan silikon merupakan 88% penyusun permukaan bumi dalam bentuk padatan. Air pada permukaan bumi dan dalam bentuk gas tersusun dari hidrogen dan oksigen. 99% udara tersusun dari nitrogen dan oksigen. Hidrogen, oksigen, dan karbon adalah 97% penyusun tubuh manusia.

materi dan perubahannya

BAB I
MATERI DAN PERUBAHANNYA


A. MATERI
a. Pengertian materi
Materi disebut juga zat adalah sesuatu yang memiliki massa, volume dan sifat-sifat.
b. Wujud materi
Menurut wujudnya materi dikelompokkan menjadi tiga yaitu : padat, cair dan gas.
Materi yang tergolong dalam wujud gas, misalnya : udara, gas bumi, gas elpiji, uap air, gas kapur, kapur barus.
Materi dalam wujud cair misalnya : air, minyak goreng, alkohol, bensin, solar, larutan gula, air laut.
Materi dalam wujud padat misalnya : baja, batu dan kapur.
c. Sifat Materi
Jenis materi dikenal berdasarkan sifat-sifatnya dan dibedakan menjadi dua macam, yaitu sifat kimia dan sifat fisika
1. Sifat fisika : Yaitu sifat materi yang berkaitan dengan peristiwa fisika,
misalnya : massa jenis, titik didih, titik lebur, kalor lebur, rasa, warna, dan bau
Contoh : - Hidrogen sulfida, zat yang tidak dapat dilihat, karena tidak dapat dilihat tetapi dikenal dengan baunya.
- Air massa jenisnya 1 gram siap dan titik didihnya 100oC
- Besi melebur pada 1500oC
2. Sifat Kimia : Sifat kimia adalah sifat suatu materi yang berkaitan dengan
peristiwa kimia yang meliputi
2.1. Keterbakaran : Tingkat kemudahan suatu materi dapat terbakar,
misalnya :
- Asbes, besi, aluminium, air tidak bisa terbakar
- Minyak lebih mudah terbakar dari pada kayu
2.2. Kereaktipan : Mudah atau tidaknya suatu materi bereaksi, misalnya
tingkat keterbakaran, inisasi, peruraian dan pembentukan.
Misalnya : - Zat-zat yang dapat terionisasi soda abu (kostik soda), asam sulfat, asam clorida, garam dapur, kalium sulfat.
- Zat-zat yang dapat terurai
- Batu kapur dipanasi terurai menjadi kapur tohor
(kapur sirih dan gas karbon dioksida).
- Mercuri oksida dipanasi menjadi logam mercuri dan gas oksigen.
3. Perubahan Materi
Materi dapat mengalami perubahan jika dipengaruhi oleh energi kalor, listrik atau kimia perubahan materi dibedakan dalam dua macam yaitu perubahan fisika dan perubahan kimia
a. Perubahan fisika :
Suatu materi mengalami perubahan fisika, jika jenisnya tidak berubah, meskipun sifat-sifat fisikanya mengalami perubahan.
Misalnya : Es jika dipanasi berubah air selanjutnya menjadi uap.
Dalam peristiwa ini terjadi perubahan wujud, yaitu pada menjadi cair akhirnya menjadi, tetapi jenis zat tetap yaitu air.
b. Perubahan Kimia
Suatu materi mengalami perubahan kimia jika jenis zat berubah
Perubahan kimia disebut juga reaksi kimia atau reaksi
Misalnya :
1. Batu kapur dipanasi menjadi kapur sohor dan karbon dioksida.
Batu kapur, kapur sohor dan karbon dioksida tiga zat yang berbeda
Pada peristiwa ini zat sebelum dan sesudah reaksi jenisnya berbeda
2. Kertas dibakar, zat yang terjadi sesudah pembakaran, abu, asap disertai energi kalor dan cahaya.
Zat sebelum dibakar kertas, zat setelah dibakar abu dan asap yang berbeda jenisnya dengan zat sebelum dibakar yaitu kertas.
c. Klasifikasi materi
Materi yang terdapat dialam dapat diklasifikasikan (dikelompokkan) sebagai berikut :


















a. UNSUR
1. Pengertian Unsur
Unsur adalah zat yang tidak dapat diuraikan menjadi zat lain yang lebih sederhana.
Contoh :
Unsur besi tidak bisa diuraikan menjadi zat lain tetapi hanya dapat diuraikan menjadi atom besi.
Unsur besi dan atom besi adalah zat yang sejenis.
2. Unsur Logam dan Unsur bukan Logam
Unsur berdasarkan sifat-sifatnya diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu unsur logam dan bukan logam (non logam).
Unsur logam dan sifat-sifatnya
- Berwujud padat kecuali raksa (Hg)
- Dapat menghantar panas atau listrik
- Dapat ditempa menjadi bentuk plat
- Dapat dibentuk menjadi kawat
- Permukaannya mengkilat
Yang termasuk unsur logam, misalnya :
Besi lambangnya Fe
Aluminium lambangnya Al
Seng lambangnya Zn
Tembaga lambangnya Cu
3. Unsur Bukan Logam dan Sifat-sifatnya
Sifat-sifat unsur bukan logam
- Tidak dapat menghantar arus listrik (isolator)
- Permukaan tidak mengkilat kecuali unsur karbon
- Tidak dapat menghantar panas (isolator)
- Berwujud padat atau gas
- Tidak dapat ditempa menjadi bentuk plat
Yang termasuk unsur bukan logam misalnya :
Karbon lambang C
Oksigen lambang O
Hidrogen lambang H
Nitrogen lambang N
Paspor lambang P

a. SENYAWA
1. Pengertian senyawa
Senyawa adalah zat tunggal yang oleh beberapa jenis unsur. Atau dapat diartikan, senyawa adalah zat yang terbentuk oleh beberapa atom dari berbagai jenis unsur yang saling terikat secara kimia
Contoh :
- Senyawa air lambang H2O
Terbentuk oleh dua jenis unsur yaitu unsur Hidrogen (H) dan unsur Oksigen (O) atau : Senyawa air H2O, terbentuk oleh 3 atom dari unsur H dan unsur O.
2. Senyawa Organik dan Senyawa Anorganik
Menurut asal terbentuknya senyawa dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu senyawa organik dan senyawa anorganik
Senyawa Organik
Adalah senyawa yang berasal dari makhkuk hidup atau yang terbentuk oleh makhluk hidup (organisme). Jumlahnya jauh lebih banyak dari pada senyawa Anorganik, sehingga dipelajari secara khusus dalam kenua organik.
Senyawa organik juga disebut senyawa karbon (Carbon), karena setiap senyawa mengandung unsur karbon (C).
Yang tergolong senyawa organik misalnya :
- Ureum (urea) ada dalam air kencing
- Gula pasir berasal dari pohon tebu
- Alkohol berasal dari bermentasi (peragian) larutan gula
- Asam cuka terdapat dalam buah yang mempunyai rasa asam (kecut)
- Bensin yang terdiri dari beberapa jenis senyawa Alkana yang berasal dari fosil-fosil.
Senyawa Anorganik
Senyawa Anorganik adalah senyawa yang tidak berasal dari makhluk hidup. Senyawa asam diklasifikasikan menjadi :
- Senyawa oksida
- Senyawa Asam
- Senyawa Basa
- Senyawa Garam
Senyawa Oksida
Adalah senyawa yang terbentuk oleh dua jenis unsur yaitu unsur Oksigen (O) dan unsur lain.
Menurut unsur pembentuknya, senyawa oksida dibedakan menjadi dua macam, yaitu senyawa oksida logam dan oksida bukan logam yang termasuk oksida misalnya :
- Aluminium oksida ( Al2O3)
- Besi – oksida ( Fe2O3)
- Karbon dioksida ( CO2)
- Karbon mono oksida ( CO)
- Nitrogen oksidap ( N2O3)
Senyawa Asam
Senyawa asam adalah senyawa yang terbentuk oleh unsur H, unsur non logam dan unsur O, senyawa asam yang terbentuk tanpa unsur O, disebut senyawa asam halida, sedang senyawa asam yang mengandung unsur O disebut asam karboksilat.
Yang termasuk senyawa asam misalnya :
Asam klorida HCl
Asam Sulfida H2S
Asam Sianida HCN
Asam Nitrat HNO3
Asam Karbonat H2CO3
Sifat-sifat senyawa basa :
1. Umumnya rasanya masam
2. Dapat menghantar arus listrik (elektroda)
3. Jika terionisasi menghasilkan ion Hidrogen (Hx)
4. Memerahkan lakmus biru
5. Ada yang bersifat merusak misal H2SO4 dapat merusak buku atau benda lain
Senyawa Basa
Adalah senyawa yang terbentuk oleh unsur logam dan gugus hidrogsida (OH-)
Sifat-sifat senyawa basa :
1. Dapat menghantar arus listrik (elektrolit)
2. Jika terionisasi menghasilkan ion OH-
3. Membirukan kertas lakmus merah
4. Jika mengenai kulir, terasa gatal atau panas
Yang tergolong senyawa basa misalnya :
- Soda abu (kostiksoda) atau disebut Natrium Hidrogsida (NaOH)
- Kalium Hidrogsida (KOH)
- Air kapur (Kalsium Hidrogsida) – (Ca(OH)2)
- Amonium Hidrogsida (NH4OH)
2.2.4. Senyawa Garam
Adalah senyawa yang terbentuk oleh unsur logam dan radikal (sisa asam).
Radikal adalah ion yang berasal dari senyawa asam yang ditinggalkan oleh ion H (atom H)
Misalnya :
HCl radikalnya (sisa asamnya) Cl-
H2SO4 radikalnya (sisa asamnya) SO42-
H2SO3 radikalnya (sisa asamnya) SO32-
H2S radikalnya (sisa asamnya) S2-

Yang tergolong senyawa garam adalah :
- Natrium Klorida Na Cl
- Kalsium Karbonat Ka CO3
- Kalium Nitrat K NO3
- Amonium Sulfat (NH4)2 SO4
- Aluminium Sulfat Al2 (SO4)3



D. Campuran
1. Pengertian Campuran
Campuran adalah zat yang terbentuk dari beberapa jenis zat, yang sifat-sifat zat pembentuknya tetap (masih ada)
Contoh : 1. Larutan gula, terbentuk oleh air dan gula, sifat gulanya masih ada dalam larutan yang ditunjukkan rasa larutan manis
2. Uap kapur barus dalam udara, bau kapur barus masih bisa tercium
2. Campuran homogen (materi homogen)
Adalah campuran, jika batas zat-zat penyusunnya tidak nampak dan masing-masing partikel zatnya tersebar merata.
Contoh :
1. Emas 22 karat terbentuk oleh perak dan emas, tetapi logam perak dan emas tidak nampak dalam materi homogen tersebut.
2. Larutan oralit terbentuk oleh air, gula dan garam.
Pada larutan ini komponen penyusunnya tidak nampak
3. Materi heterogen (campuran heterogen)
Materi heterogen adalah zat yang terbentuk oleh beberapa jenis zat yang batas zat penyusunnya masih dapat dilihat atau dikenal dan sifat-sifat zat penyusunnya masih ada.
Contoh :
1. Campuran yang terbentuk oleh air dan minyak goreng.
Dalam campuran ini, minyak dan airnya dapat dilihat dengan jelas
2. Gula pasir dimasukkan kedalam gelas yang berisi air hangat, gula larut rasa larutan dibagian bawah lebih manis dari pada dibagian permukaan
3. Suatu materi terbentuk oleh semen, batu kerikil dan batu pasir. Jika materi itu dibelah, maka semen, batu pasir dan batu kerikilnya akan nampak jelas.
4. Pemisahan Campuran
Materi yang terdapat di alam, sebagian besar terdapat sebagai campuran. Untuk memenuhi kebutuhan zat murni (zat tunggal), dengan memisahkan zat murni dari campuran dengan cara :
Pengayakan
Penyaringan (filtrasi)
Kristalisasi
Destilasi

4.1. Pengayakan
Adalah cara memisahkan komponen materi heterogen, berdasarkan perbedaan volumenya
Contoh : 1. Mengambil batu pasir dari materi heterogen yang terbentuk oleh batu kerikil dan batu pasir
Contoh : 2. Memisahkan/mengambil beras yang bercampur dengan katul
4.2. Penyaringan (filtrasi)
Filtrasi adalah cara memisahkan zat cair, zat padat yang terdapat dalam campuran heterogen.
Hasil filtrasi adalah zat padat yang disebut residen dan zat cair disebut filtrat.
Contoh : 1. Memisahkan santan kelapa dengan ampas menggunakan filter (saringan ) kalo
Contoh : 2. Pada PAM (Perusahaan Air Minum) sebagai bahan dasar air kali.
Pada proses awal iar kali disaring dengan filter bed, yaitu penyaring terbuat dari lapisan batu pasir merupakan yang paling atas, batu kerikil lapisan ditengah dan yang paling bawah batu besar, air hasil saringan diproses hingga menghasilkan air minum.
4.3. Kristalisasi
Cara misahkan komponen zat pada dan zat cair dalam materi homogen (campuran homogen), dengan cara memanaskan campuran homogen, tersebut, hingga zat padat membentuk kristal dan zat cairnya akan menguap.
Contoh : 1. Membuat garam dari air laut.
Air laut pada saat pasang dapat dialirkan kedalam tambak (bak yang besar).
Waktu air laut surut pintu tambak ditutup, air laut yang ada dalam tambak, kena panas matahari, maka air menguap, terus hingga tambah menjadi kering dan kristal garamnya tinggal dalam tambak.
Contoh : 2. Membuat gula pasir dari Nira (air tebu)
Nira dimasukkan kedalam VACUM EVAVORATOR (pesawat penguap hampa udara). Pesawat dipanasi maka air yang terdapat dalam nira menguap dengan cepat, uap air dalam pesawat dikeluarkan dari pesawat dengan cara dipompa, maka yang tinggal dalam pesawat kristal gula.


Destilasi
Prinsip destilasi : menguapkan materi kemudian mengembangkan kembali
Destilasi merupakan cara memisahkan komponen dari materi homogen (campuran homogen) yang didasarkan pada perbedaan titik didik atau titik cair
dari masing-masing zat yang penyusun campuran homogen.
Menurut prinsip destilasi, maka dalam proses destilasi harus menggunakan alat pemanas yang dihubungkan dengan alat pendingin.
Gambar berikut sebagai contoh gambar dari alat destilasi.
Contoh : 1. Memunirkan Alkohol
Pada industri alkohol, alkohol dihasilkan dari fermentasi latek (sisa mira tebu yang tidak bisa diproses menjadi gula pasir). Untuk mengambil alkohol yang terdapat dalam latek yang telah difermentasi dengan cara didestilasi. Latek yang mengandung alkohol ditaruh pada tempat (labu) kemudian dipanasi, maka alkohol akan menguap, uap alkohol mengalir melalui pendingin, maka uap alkohol mengembun dan cairan alkhol ditampung.
Contoh : 2. Memisahkan bensin, solar dan minyak tanah dari minyak bumi.
Pengambilan bensin, solar dan minyak tanah yang terdapat dalam minyak bumi didasar pada perbedaan titik cair masing-masing. Proses ini dilaksanakan dengan menggunakan menara destilasi seperti pada gambar.
Bensin ke tangki penampungan 170o k
Solar ke tangki penampungan 180o C
Minyak tanah ke tangki penampungan 250o C
Residu ke tangki penampungan aspal















SOAL-SOAL
A. ESSAY
1. Dalam peristiwa berikut, manakah yang tergolong peristiwa kimia dan manakah yang tergolong peristiwa fisika, jelaskan !
a. Merokok
b. Lampu lilin menyala
c. Melarutkan gula dalam air panas
d. Mengaspal jalan
e. Air disiramkan pada kapur sirih
f. Lampu pijar menyala
g. Es mencair
h. Balon karet melidak
i. Mercon melidak
j. Membuat tape ketan
k. Energi listrik dari accu
l. Energi listrik dari dinamo
m. Energi listrik dari batery

2. Kelompok unsur-unsur berikut menjadi unsur logam dan unsur bukan logam.........
a. Aluminium
b. Belerang
c. Karbon
d. Tembaga
e. Perak
f. Nitrogen
g. Besi
h. Pospor
i. Crom
j. Brom
k. Oksigen
l. Hidrogen
m. Natrium
n. Platina
o. Emas

3. Terangkan dengan memberikan contoh bahwa sifat suatu senyawa berbeda dengan sifat-sifat unsur penyusunnya !
4. Sebutkan dua perbedaan antara senyawa dan campuran !
5. Manakah zat-zat berikut yang tergolong campuran dan manakah yang tergolong senyawa !
a. Alkohol
b. Cuka
c. Garam dapur
d. Bensin
e. Gula pasir
f. Perunggu
g. Kuningan
h. Emas 22 karat
i. Air sumur
j. Batu kapur
k. Gas asetilin (gas karbid)
l.
6. Jelaskan cara memisahkan komponen campuran (penyusun campuran berikut) !
a. Beras yang bercampur tanah (debu)
b. Gula pasir dan batu pasir
c. Serbuk susu dan batu pasir
d. Air dan susu dalam air susu
e. Bensin yang bercampur dengan batu pasir

7. Jelaskan cara membersihkan minyak goreng yang tercampur dengan batu pasir dan solar !
8. Jelaskan cara memisahkan minyak goreng yang bercampur dengan air !
9. Jelaskan cara memperoleh air minum dari air kali yang keruh !
10. Jelaskan cara membersihkan garam dapur yang dikotori oleh batu pasir !

B. Pilihan Ganda
1. Zat berikut yang termasuk senyawa adalah ............
a. Intan
b. Udara
c. Perunggu
d. Belerang
e. Alkohol

2. Zat-zat berikut merupakan campuran air kecuali........
a. Air laut
b. Air jeruk
c. Air suling
d. Air Ledeng
e. Air susu

3. Dari berbagai sifat berikut :
1. Terdiri dari berbagai zat tunggal
2 Dapat dipisahkan secara fisika
5. Mempunyai komposisi tertentu
6. Dapat diraikan melalui reaksi
7. Sifat komponenya masih nampak
Yang merupakan sifat senyawa adalah........
A. 1 dan 4
B. 2 dan 3
C. 3 dan 4
D. 4 dan 5
E. 1 dan 5

4. Diantara kelompok zat berikut yang ketiga-tiganya tergolong unsur adalah............
A. Besi, kapur, gula
B. Tembaga, seng, nitrogen
C. Karbon, natrium, urea
D. Air, hidrogen, oksigen
E. Aluminium, fospor, perunggu

5. Pasangan unsur yang tergolong unsur logam adalah.........
A. Karbon dan arsen
B. Kalsium dan silikon
C. Belerang dan kromium
D. Perak dan magnesium
E. Kalium dan fospor
6. Gula pasir yang dikotori oleh batu pasir dapat dimurnikan dengan urutan :
A. Filtrasi, pelarutan, kristalisasi
B. Pelarutan, kristalisasi, filtrasi
C. Filtrasi, kristalisasi, pelarutan
D. Pelarutan, filtrasi, kristalisasi
E. Kristalisasi, pelarutan, filtrasi

7. Berikut merupakan sifat-sifat unsur :
1. Selalu berwujud padat
2. Sebagai panghantar panas dan listrik
3. Dapat dibentuk plat
4. Dapat berwujud cair, padat atau gas
5. Dapat terbakar
Yang merupakan sifat logam adalah :
A. 1 dan 2
B. 1 dan 3
C. 2 dan 3
D. 2 dan 5
E. 3 dan 4

8. Yang merupakan sifat senyawa asam adalah ........
A. Jika terionisasi menghasilkan ion ON-
B. Merubah warna lakmus merah menjadi biru
C. Jika lakmus biru dimasukkan kedalam larutan warna biru tetap
D. Tidak dapat menghantar arus listrik
E. Merubah warna lakmus biru menjadi merah

9. Senyawa asam digunakan untuk mengisi accu adalah.........
A. Asam cuka
B. Asam klorid
C. Asam sulfat
D. Asam sulfida
E. Asam fospat

10. Gelogar jembatan agar tidak berkarat, paling tepat dilapisi dengan logam..........
A. Platina
B. Emas
C. Perak
D. Kron
E. Aluminium

GAWAT DARURAT BEDAH SISTEM SARAF PUSAT

CEDERA SISTEMA SARAF PUSAT
TRAUMATIKA DAN NONTRAUMATIKA.
Syaiful Saanin, SpBS. SMF Bedah Saraf RSMD.
========================================
GAWAT DARURAT BEDAH SISTEMA SARAF PUSAT
1. Peninggian tekanan intrakranial akuta.
1. Edema otak.
1. Oklusi arteria/vena.
2. Edema perifokal.
2. Massa intrakranial.
3. Obstruksi/gangguan resorbsi CSF.
2. Gangguan fungsi kord spinal akuta.
1. Trauma : Kompresi, laserasi.
2. Gangguan vaskuler.
Massa Intrakranial
1. Infeksi :
1. Abses.
2. Empiema.
2. Perdarahan intrakranial:
1 Trauma.
2 Non trauma
Simpatomimetik :
Kokain, Ekstasi. Fenilprpanolamin.
Tumor yang pecah
Hipertensif.
Aneurisma / AVM yang pecah.
Koagulopati, angiopati.
Klasifikasi cedera kepala
A. Berdasar mekanisme :
1. Tertutup.
2. Penetrans.
B. Berdasar beratnya :
1. Skor Skala Koma Glasgow (GCS).
2. Ringan (13-15), Sedang (9-12), Berat (3-8,*).
C. Berdasar morfologi :
1. Fraktura tengkorak.
2. Lesi intrakranial.
Fraktura tengkorak
A. Kalvaria :
1. inier atau stelata.
2. Depressed atau non depressed.
B. Basiler :
1. Anterior.
2. Media.
2. Posterior.
Lesi Intrakranial
A. Fokal
1. Perdarahan Meningeal
1. Epidural.
2. Subdural.
3. Sub-arakhnoid.
2. Perdarahan dan laserasi otak :
1. Perdarahan intraserebral dan atau kontusi.
2. Benda asing, peluru tertancap.
B. Difusa :
1. Konkusi ringan.
2. Konkusi klasik.
3. Cedera aksonal difusa.
Kllasifikasi cedera otak nontraumatika
1. Perdarahan intrakranial nontraumatika :
a. Perdarahan Subarakhnoid.
b. Perdarahan Intraserebral.
c. Perdarahan subdural.
2. Kelainan srebrovaskuler oklusif.
PENINGGIAN TEKANAN INTRAKRANIAL DAN ISKEMI OTAK.
Peninggian tekanan intrakranial merupakan penyebab kematian tersering pasien bedah saraf. Peninggian tekanan intrakranial menyebabkan iskemia otak dan sebaliknya. Iskemia otak bisa juga sebagai kelainan primer seperti pada pada trombosis pembuluh darah otak.
Anatomi – fisiologi.
Kranium merupakan kompartemen yang kaku kecuali pada bayi, hingga setiap penambahan massa didalamnya akan berakibat peningkatan tekanan intrakranial bila kemampuan kompensasi sudah terlampaui. Didalamnya berisi jaringan otak, cairan serebrospinal serta darah yang masing-masing tidak dapat diperas. Terdapat satu lubang utama yaitu foramen magnum, hingga bila terjadi peingkatan tekanan intrakranial jaringan otak akan mencari jalan keluar melalui lubang ini. Disamping itu pada tentorium yang memisahkan otak besar dan otak kecil terdapat lubang yang disebut hiatus yang mana disana terletak batang otak, sehingga apabila terjadi peninggian tekanan intrakranial pada daerah otak besar, akan terjadi pergeseran jaringan otak besar kedalam hiatus ini hingga akan menekan batang otak yang merupakan pusat dari fungsi vital.
Untuk memahami patofisiologi peninggian tekanan intrakranial, harus difahami perubahan yang terjadi pada :
1. Sirkulasi cairan serebrospinal.
2. Volume darah otak.
3. Volume otak.
4. Sawar darah otak.
5. Autoregulasi.
1. Sirkulasi cairan serebrospinal :
CSS bersirkulasi pada sistema ventrikel dan ruang subarakhnoid. Produksinya (sekitar 500 ml sehari) sebanding dengan resorbsinya. Volumenya sekitar 100-150 ml. Produksinya berkurang pada peninggian tekanan intrakranial.
2. Volume darah otak :
Paling labil disaat peninggian tekanan intrakranial. Volumenya sekitar 100 ml dan 70% merupakan darah vena. Volume bertambah pada dilatasi arteria atau pada obstruksi vena. Pada hipotermia terjadi vasokonstriksi hingga menurunkan tekanan intrakranial.
Arteriola sangat reaktif terhadap perubahan CO2 dimana setiap peninggian 1 mmHg PCO2 berakibat peningkatan aliran darah sebesar 2-4% yang berakibat bertambahnya volume darah otak. Sebaliknya aliran darah akan bertambah pada pengurangan PaO2 (<50 mmHg). 3. Volume otak : Berat otak sekitar 2% berat badan, 1400 gram, dan 70-80% merupakan air. 4. Sawar darah otak : Berbeda dengan kapiler dibagian lain tubuh, kapiler dijaringan otak sangat selektif dalam pertukaran zat dan cairan, dimana zat larut lemak lebih bebas melalui kapiler, sedangkan zat yang larut air sangat terbatas. Asam amino dan gula memerlukan zat pembawa untuk bisa melewati kapiler. Na / K / air memerlukan ATP-ase untuk bisa menembus kapiler. Sawar ini dapat dirusak atau dibuka secara mekanik dan oleh zat-zat hipertonik. 5. Auto regulasi : Gunanya mempertahankan aliran darah otak konstan bila sistol diantara 50-160 mmHg (pada orang yang normotensif). Karenanya keadaan hipertensi dan syok harus dicegah. Untuk memahami patologi peninggian tekanan intrakranial harus difahami : 1. Hubungan volume dan tekanan otak. 2. Doktrin Monro-Kellie. 3. Hubungan TIK dan aliran darah otak. 4. Hubungan ADO dan metabolisme otak. 5. Hubungan TIK dan kegagalan fungsi otak. 6. Hubungan TIK dan pergeseran jaringan otak. 7. Perbedaan tekanan dan herniasi otak. 8. Edema otak. 1. Hubungan Volume dan tekanan otak : Bila salah satu komponen dalam rongga tengkorak bertambah volumenya, maka akan terjadi peninggian tekanan intrakranial kecuali bila pada saat yang bersamaan terjadi reduksi sejumlah yang sama dari komponen lainnya. TIK normal sekitar 10 mmHg (130 mmH2O) dan dikatakan meningkat bila > 20 mmHg, dan meningkat berat bila > 40 mmHg.
2. Doktrin Monro-Kellie :
Pada tahap terkompensasi :
V. otak + V. CSS + V. darah + V. massa = Konstan (TIK normal).
3. Hubungan TIK dengan kegagalan fungsi otak :
TIK akan mempengaruhi aliran darah keotak. Dengan sendirinya bila aliran darah terganggu, fungsi otakpun akan terganggu. Disamping itu adanya massa pada satu bagian otak akan berakibat bergesernya daerah tsb. kearah jaringan yang tekanannya lebih rendah dengan segala akibat yang ditimbulkannya seperti penekanan jaringan tertentu atau putusnya pembuluh darah.
4. Hubungan TIK dengan aliran darah otak :
Adanya daerah dengan TIK tinggi akibat adanya massa akan menyebabkan penekanan terhadap arteri atau vena hingga akan merusak daerah yang bersangkutan. Akibat lain adalah peregangan atau perobekan arteria atau vena batang otak yang berakibat mematikan. Gangguan pada aliran darah tentu akan mempengaruhi tingkat perfusi jaringan otak. Ingat bahwa jaringan otak yang hanya 2% dari berat tubuh mengambil 15% dari curah jantung dan 20% dari kebutuhan gula tubuh.
Total aliran darah otak adalah konstan 40 ml/100 gr jaringan otak dan tergantung tekanan arterial sistemik, tekanan sinus sagittal dan tahanan serebrovaskuler.
5. Hubungan aliran darah dan metabolisme otak :
Aliran darah otak tergantung tekanan darah arterial sistemik, TIK, autoregulasi, stimulasi metabolik serta adanya distorsi atau kompresi pembuluh darah oleh massa atau herniasi jaringan otak.
6. Hubungan TIK dengan pergeseran / herniasi otak :
a. Transtentorial lateral, dengan gejala midriasis pupil ipsilateral, hemiparesis kontra lateral dan gangguan lapang pandang.
b. Transtentorial sentral, dengan gejala serupa dengan yang lateral, tapi bilateral disertai gangguan melirik keatas dan ptosis bilateral.
c. Tonsiler, dengan gejala gangguan respirasi mendahului penurunan kesadaran. Biasanya tahap akhir dari proses pada otak besar atau karena adanya massa pada otak kecil
d. Subfalsin, dengan gejala kelumpuhan ekstremitas kontralateral. Jarang berdiri sendiri.
7. Hubungan perbedaan tekanan dengan herniasi :
Dalam keadaan normal, CSS bebas sehingga tekanan ekual pada semua tempat. Bila ada bagian yang tersumbat, akan terjadi perbedaan tekanan antar kompartemen sehingga terjadi herniasi.
8. Edema otak :
Iskemia menyebabkan terjadinya edema otak. Sebaliknya edema otak menyebabkan iskemia. Akumulasi air menyebabkan tahanan serebrovaskuler meningkat dengan akibat penurunan aliran darah otak regional. Efek massanya sendiri berakibat penambahan distorsi atau pergeseran jaringan.
Gambaran klinis
Trias edema papil, nyeri kepala dan muntah. Ketiga hal ini hanya dijumpai pada 2/3 penderita, sedang sisanya hanya memiliki 2 gejala. Edema papil tidak dijumpai pada usia ekstrim sangat muda atau sangat tua.
Nyeri kepala sifatnya tumpul dan tidak terlalu parah dan diperberat oleh kegiatan yang meninggikan TIK. Terjadi pada pagi hari. Muntah merupakan gejala yang timbul lambat kecuali pada anak-anak dengan tumor sekitar pusat saraf vagus. Juga terjadi saat bangun tidur pagi.
Gejala lain yang khas adalah bradikardia, hipertensi dan gangguan respirasi. Gangguan kesadaran dinilai dengan GCS.
Pengendalian TIK yang tinggi
Bila dilakukan dini, dapat mencegah peninggian tekanan intrakranial yang tidak terkontrol pada peninggian tekanan intrakranial sedang. Pada fase akut cedera kepala dan stroke, harus dianggap peninggian tekanan intrakranial sampai terbukti tidak. Hindari tindakan yang meninggikan TIK dan gunakan barbiturat aksi pendek secara berulang bila akan melakukan tindakan yang akan meninggikan TIK.
Tindakan primer bila telah atau akan terjadi peninggian tekanan intrakranial adalah dengan meninggikan kepala 20-30 dengan mencegah teganggunya perfusi, mencegah konstriksi leher, normotermia serta pembunuh nyeri.
Tindakan aktif bila diperkirakan adanya lessi massa (perdarahan, tumor, abses dll.), peningkatan volume darah otak, edema otak serta bertambahnya CSS.
Hiperventilasi dengan menjaga PCO2 tidak kurang dari 25 mmHg. Efeknya akan berakhir dalam 8-20 jam. Drainase CSS dilakukan pada daerah yang tidak dengan ancaman pergeseran garis tengah. Manitol 20% hanya diberikan dalam usaha mengulur waktu saat mempersiapkan tindakan operasi, diberikan bersama dengan furosemid. Steroid tidak diberikan pada trauma kecuali mungkin metil prednisolon yang masih dalam penelitian.
Barbiturat diberikan untuk mengurangi tingkat metabolisme jaringan otak hingga secara tidak langsung mengurangi aliran darah otak hingga tekanan intrakranial berkurang, disamping efek vasokonstriksinya yang juga akan mengurangi volume darah otak sehingga tekanan intrakranial juga berkurang. Hati-hati efek hipotensi dan gagal nafas yang bisa ditimbulkannya.
Salin hioertonik, 5 mmol/ml, mengurangi tekanan intrakranial tanpa diuresis. Bila diberikan setelah manitol akan memperbaiki sodium serum dan volume darah.
Pengelolaan TIK tinggi
Mulai bila simptomatik atau bila TIK 25 mmHg. Periksa jalan nafas dan posisi kepala. Berikan oksigen atau respirator bila ada indikasi. Jaga tekanan darah normotensif kecuali pada kasus hipertensi jangan tergesa-gesa menurunkan tekanan darah.
Terapi jalur pertama :
Hiperventilasi, drainase CSS, manitol dan furosemid saat mempersiapkan operasi, periksa gas darah arterial dan pikirkan CT ulang.
Terapi jalur kedua :
Hiperventilasi manual, barbiturat, salin hipertonik.
Pengelolaan gadar cedera otak : TIME SAVING IS LIFE SAVING
Pasien gawat darurat perlu :
1. Penilaian awal secara cepat.
2. Tindakan penyelamat hidup.

Lakukan :
1. Survei primer : Penilaian A-B-C-D.
2. Resusitasi.
3. Survei sekunder.
4. Tindakan definitif atau rujukan.

Survei primer sistem saraf :
D = Disability : Penilaian neurologis cepat :
1. Tingkat kesadaran cara AVPU / GCS :
A = alert.
V = respon terhadap rangsangan verbal.
P = respon terhadap rangsangan nyeri.
U = tidak ada respon.
2. Pupil :
1. Ukuran.
2. Reaksi cahaya.

Resusitasi :
1. Atur posisi kepala / rahang sambil mengontrol posisi tulang belakang leher. Bersihkan jalan nafas. Pasang kanul naso / orofaring. Intubasi bila GCS 8 atau kurang.
2. Oksigen ± 10 L/menit melalui masker O2. Kontrol respirator
bila GCS 8 atau kurang.
3. Kontrol tekanan darah / perfusi. Monitor EKG. Kontrol tekanan vena
sentral.
4. Pemeliharaan kebutuhan metabolik otak :
Hb.
PO2. : Pertahankan > 80 mmHg.
Tekanan darah sistemik sesuai kasus.
PaCO2. : 26 - 28 mmHg.
5. Cegah / atasi peninggian TIK :
Induksi hipokapnia : Hiperventilasi hingga PCO2 = 26 -28 mmHg.
Kontrol cairan : NaCl 0.9%. Cegah overhidrasi.
Diuretik : Pasang kateter urin. Berikan saat persiapan operasi : Manitol 20%, 1gr/kgBB/IV guyur. Furosemid 40 -80 mg/IV
(dewasa). Awasi tekanan darah. Ganti volume urin.

Bila kesadaran memburuk, segera nilai lagi :
1. Ventilasi.
2. Oksigenisasi.
3. Perfusi / hipotensi relatif.
Survei sekunder
1. Ambil riwayat.
2. Pemeriksaan neurologis :
GCS, pupil, motorik, dll.
3. Pemeriksaan khusus :
CT semua kasus tersangka atau GCS  13 atau disertai komplikasi.
Angiografi cerebral bila CT negatif pada PSA.
Lab, foto torax.
4. Tentukan jenis CVD / cedera kepala dll.
5. Tentukan jenis spesifik CVD / cedera kepala dll.

Filosofi pengelolaan pasien PIS pertama harus ditujukan pada tindakan medik gawat-darurat dan diikuti kemudian dengan keputusan apakah hematoma atau massa akan dirawat konservatif atau akan dibuang secara bedah.
Dua hal utama yang menentukan bahwa operasi akan bermanfaat bagi pasien :
1. Effek massa dari hematoma mengancam jiwa.
2. Kehidupan jaringan sekeliling massa dapat dipertahankan.
Perdarahan intraserebral nontraumatika (Stroke hemorrhagic)
1. Lihat protokol gawat darurat. Ventrikulostomi bila GCS  8 :
Drainase CSS.
2. Tentukan etiologi.
3. Hipertensif : Sistol 160 mmHg pada pasien sadar, 180 mmHg pada pasien tidak sadar.
Nifedipin sl, hidralazin iv, labetalol iv, nitroprusid iv.
4. Kelainan vaskuler : angiografi.
Cegah perdarahan ulang :
1. Ruptur aneurisma : Sistol 10-20% diatas normotensif.
2. Kelainan koagulasi bawaan / didapat : koreksi.
Kurangi efek massa / TIK = Protokol.
1. Retriksi cairan : 75% rumatan. Koloid bila perlu.
2. Tekanan perfusi minimal : 70 mmHg. Dopamin atau fenilefrin.
3. Deksametason tidak dianjurkan, kecuali perdarahan berasal dari tumor disertai edema berat.
Perawatan umum
1. Nimodipin (?) hanya pada perdarahan aneurismal (?) : 1-2 mg/jam/ infus atau 60 mg/4 jam/po.
2. Status cairan, elektro;it, ginjal, paru-paru, nutrisi.
3. Terapi fisik dan bidai dini.
4. Anti kejang :perdarahan otak besar, kecuali terbatas talamus atau ganglia basal.
Fenitoin : 1 gr IV (50 mg /), LALU 300 mg/HARI /
Fenobarbital : 2 X 60 mg PO /
Karbamazepin : 3-4 X 200 mg PO.
5. Tentukan indikasi operasi.
Perburukan neurologis sekunder :
1. Edema jaringan sekitar.
2. Nekrosis iskemik jaringan sekitar.
3. Hidrosefalus.
Indikasi operasi :
1. Diameter massa  3 cm.
2. Pergeseran garis tengah  5 mm.
3. Perburukan neurologis.
4. Ventrikulostomi bila hidrosefalus atau perdarahan ventrikuler.
Perdarahan Subarakhnoid.
1. Lihat protokol gadar.
2. Sistole ±150 : Nitropruida 1-6/kg/menit.
3. LP bila CT negatif.
4. Hidrosefalus akut : Ventrikulostomi segera.
5. Angiografi 4 pembuluh.
6. Operasi dalam 24 jam. Bila vasospasme, tunda 10-12 hari.

Perawatan intensif
Perawatan intensif pada SAH berperan lebih penting dibanding semua kelainan bedah saraf lain.
1. Ekspansi volume : Albumin 5%, 4 X 250 ml.
2. Dilantin 1000 mg. Lanjutkan 300 mg / hari.
3. Nimodipin (?) 1-2 mg/jam/infus atau 60 mg / PO / 4jam.
4. Pemantauan klinis.
5. Pemantauan fisiologis.
Pemantauan fisiologis :
1. Tekanan darah.
2. Tekanan vena sentral.
3. T.I.K. : Bila ventrikulostomi terpasang.
4. Dopler transkranial.
5. Aliran darah serebral.
Vasospasme :
Terapi triple ‘H’ :
1. Hipervolemi :
- ALBUMIN 5%, 4x250 ml. CVP 10 mmHg.
- PCWP 15 mmHg.
2. Hemodilusi : HT 33 - 37 %.
3. Hipertensi : Sistol 170 - 220 mmHg.
Gagal : Angioplasti transluminal.
Kelainan Serebrovaskuler Oklusif (Stroke trombo-embolik)
1. Lihat protokol gawat darurat.
2. Euvolemik. Hidrasi dengan NaCl 0.9 / 0.45%.
3. Obat-obat protektif serebral :
Nimodipin dan pembersih radikal bebas lain.
Ketamin.
4. Tindakan bedah : Sebelum 4-6 jam sejak serangan :
a. A. Serebral Medial : Pintas A. Temporal superfisial,
atau Embolektomi.
b. PICA/AICA/SCA/PCA : Pintas A. Oksipital.
c. A. Karotis : Endarterektomi Karotid.
d. Arteria lain : tPA : 10mg/2'-30mg/60'-40mg/120' IV.


Pengelolaan Gawat Darurat Cedera Kepala
Lihat protokol diatas untuk tindakan gadar.
Kejang :
Saat atau segera post trauma : tanpa terapi.
Kejang lama atau berulang :
Diazepam 10 mg/bolus/IV. Bila kejang lagi, ulang satu kali.
Fenitoin diberikan sesegera mungkin : 1 gr/IV (50 mg/menit)
dengan monitor tekanan darah dan EKG.
Bila gagal : Fenobarbital atau anestetik.
Dosis anak-anak sesuaikan.
Gelisah :
Cari dan atasi hipoksia dan sumber nyeri.
Klorpromazin 10 - 25 mg/IV. Awasi hipotensi.
Hipertermia :
Menggigil : berikan Klorpromazine.

Luka skalp
A. Perdarahan :
Hemostat, ligasi, ban elastik.
B. Inspeksi luka :
Penglihatan langsung.
Tidak boleh eksplorasi dengan alat atau jari.
Cari CSF.
Perawatan luka :
Irigasi debris.
Jangan angkat fragmen tulang.

Tindakan bedah definitif :
Tidak berlaku bila mati batang otak
1. Interval lucid (Bila CT tak tersedia segera).
2. Herniasi Unkal (pupil / motor tidak ekual).
3. Fraktura depress terbuka.
4. Fraktura depress tertutup > 1 tabula/1 cm.
5. Massa intrakranial dengan pergeseran garis tengah 5 mm.
6. Massa ekstra aksial 5 mm, uni / bilateral.
7. #5, #6 < 5 mm, tapi mengalami perburukan / sisterna basal
terkompres.
8. Massa lobus temporal 30 ml.
Cedera medulla spinal Dan Tulang belakang
Survei Primer dan Resusitasi
Sesuai protokol trauma.
Hipotensi atasi dengan : Dopamin atau nimodipin
Hati-hati ekspansi cairan bila syok spinal.
Kateter indwelling hanya sampai sirkulasi stabil (1 - 2 hari). Selanjutnya intermitten.
Survei Sekunder
1. Ambil riwayat trauma.
2. Pemeriksaan :
CS, pupil, motorik, sensorik, sacral sparing, refleks.
3. Tentukan level cedera kord spinal.
4. Pemeriksaan khusus pada level cedera :
X-ray tulang belakang : AP/lateral.
Bila indikasi operasi : Myelografi AP/lateral atau CT-MM.
5. Tentukan jenis cedera :
1. Cedera tulang stabil, defisit neurologis (-).
2. Cedera tulang stabil, defisit neurologis (+).
3. Cedera tulang tidak stabil, defisit neurologis (-).
4. Cedera tulang tidak stabil, defisit neurologis (+).

Tindakan
1. Semua kasus dengan defisit neurologis :
Berikan Metilprednisolon :
30 mg/kg dalam 15 menit. 45 menit kemudian :
5.4 mg/kg/jam untuk 23 jam selanjutnya.
3. Kaliper Gardner-Wells/Crutchfields untuk cedera tulang belakang
leher.
4. Operasi dekompresi gawat darurat.

Indikasi pemasangan kaliper pada cedera tulang leher :
1. Immobilisasi fraktur tidak stabil.
2. Reduksi dislokasi atau subluksasi.
3. Distraksi foramina intervertebral pada kompressi radikuler.
4. Mengurangi nyeri akibat cedera jaringan lunak leher.
Indikasi operasi dekompresi gawat darurat
Mielografi atau CT-MM : Kompressi kord spinal oleh sebab apapun dan pada level manapun disertai :
1. Defisit neurologis progresif.
2. Cedera kord spinal (defisit neurologis) tidak total.
SKALA KOMA GLASGOW (GCS): E/M/V (3 - 15)
E = Membuka mata : Skor :
Spontan disertai adanya kedip 4
Terhadap suara 3
Hanya terhadap nyeri 2
Tidak ada 1

M = Respon motor terbaik : Skor :
Ikut perintah 6
Melokalisasi nyeri 5
Menghindari nyeri dengan fleksi 4
Respon fleksi abnormal, dekortikasi 3
Respons ekstensi, deserebrasi 2
Tidak ada 1
V = Respons verbal terbaik :
DEWASA : Skor :
Orientasi baik 5
Bingung 4
Kata-kata acak 3
Suara tak berarti 2
Tidak ada 1
V = Respons verbal terbaik :
ANAK-ANAK : Skor :
Kata bermakna, senyum, ikut objek 5
Menangis tapi bisa diredakan 4
Teriritasi secara persisten 3
Gelisah, teragitasi 2
Diam saja 1
Skor GCS = E+M+V. Min = 3, Max = 15.
CEDERA SPINAL DAN KORD SERVIKAL Cedera tulang belakang servikal secara tradisional dibagi atas fraktura dan dislokasi tulang belakang servikal atas serta bawah. Cedera tulang belakang servikal atas adalah fraktura atau dislokasi yang mengenai basis oksiput hingga C2. Cedera tingkat ini jarang pada dewasa, merupakan kurang dari 25% fraktura dan dislokasi pada tulang belakang servikal. Pada anak- anak, kebanyakan cedera tulang belakang servikal adalah terjadi pada tingkat atas. Cedera tulang belakang servikal bawah termasuk fraktura dan dislokasi ruas tulang belakang C3 hingga C7. Ruas tulang belakang C5 adalah yang tersering mengalami fraktura. Cedera pada tulang belakang tingkat bawah lebih sering berkaitan dengan cedera kord spinal, mungkin karena rasio daerah potongan melintang kanal spinal terhadap kord spinal lebih kecil pada tulang belakang servikal bawah dibanding atas. Karena anatomi dan catu vaskuler kord spinal yang unik, berbagai sindroma tidak lengkap dapat dijumpai pada cedera kord spinal servikal. Pada sindroma ini, fungsi sensori dan motor tertentu terganggu atau hilang, namun lainnya tetap utuh. 1. Sindroma kord sentral paling sering dijumpai setelah suatu cedera hiperekstensi servikal. Karena sebab tertentu seperti keadaan mekanik dan catu vaskuler dari kord, bagian sentral dapat mengalami kontusi walau bagian lateral hanya mengalami cedera ringan. Khas pasien mengeluh disestesi rasa terbakar yang berat pada lengan, mungkin karena kerusakan serabut spinotalamik, mungkin saat ia menyilang komisura anterior. Pemeriksaan fisik menunjukkan kelemahan lengan, dengan utuhnya kekuatan ekstremitas bawah. Sebagai tambahan, sensasi nyeri dan suhu hilang dalam distribusi seperti tanjung. Semua lesi yang menyebabkan cedera primer terhadap kord spinal sentral dapat menimbulkan gambaran defisit serupa, seperti siringo- mielia, tomor kord spinal intrinsik, dan hidromielia. Sindroma ini secara jarang dapat terjadi pada kord spinal bawah (konus medularis). 2. Sindroma arteria spinal anterior terjadi karena arteria ini mencatu substansi kelabu dan putih bagian ventrolateral dan posterolateral kord spinal. Kerusakan arteria ini berakibat sindroma klinis paralisis bi- lateral dan hilangnya sensasi nyeri serta suhu dibawah tingkat cedera, namun sensasi posisi dan vibrasi (fungsi kolom posterior) utuh. Lesi arteria ini bisa karena cedera tulang belakang, neoplasma yang terletak anterior (biasanya metastasis) dan cedera aortik. 3. Sindroma Brown-Sequard, pada bentuk yang murni, menunjukkan akibat dari hemiseksi kord spinal. Defisit neurologis berupa hilangnya fungsi motor ipsilateral, sensasi vibrasi dan posisi. Sebagai tambahan, sensasi nyeri serta suhu kontralateral hilang. Luka tembus dan peluru dapat menimbulkan sindroma Brown-Sequard 'lengkap', namun manifestasi tak lengkap sindroma ini tampak dengan berbagai ragam pada lesi lain, termasuk trauma dan neoplasma. 4. Sindroma kolom posterior terjadi bila kolom posterior rusak secara selektif, berakibat hilangnya sensasi vibrasi dan proprioseptif bilateral dibawah lesi. Temuan ini tersering dijumpai sekunder terhadap kelainan sistemik (neurosifilis), namun secara jarang dijumpai setelah trauma kord spinal. Sasaran utama pengelolaan gawat darurat awal pada pasien dengan fraktura dan dislokasi tulang belakang leher adalah untuk mencegah cedera sekunder terhadap kord spinal maupun akar saraf. Ini penting bahkan pada pasien yang sudah mengalami transeksi fungsional kord spinal seketika pada tingkat fraktura. Utuhnya bahkan hanya sebuah segmen kord spinal diatas tingkat cedera dapat membuat perbedaan yang sangat besar dalam rehabilitasi jangka panjang pada pasien dengan cedera kord spinal permanen. Immobilisasi leher saat resusitasi atau penilaian medikal awal sangat menentukan. Ini sering terabaikan pada pasien pada keadaan akut dengan cedera berganda dan fungsi vital yang tak stabil. Petugas medis gawat darurat terlatih untuk melakukan immobilisasi terhadap pasien yang mengalami cedera tersangka. Kantung pasir atau kolar servikal kaku adalah jenis yang biasa digunakan petugas sejak tempat kecelakaan. Apapun jenis immobilisasi yang dilakukan, ia tetap dipertahankan ditempatnya hingga tulang belakang servikal dinilai dengan radiograf lateral. Bila fraktura tulang belakang servikal dijumpai, stabilitas fraktura ditentukan. Semua pasien dengan fraktura tulang belakang servikal yang diperkirakan tak stabil harus segera diletakkan dalam fiksasi skeletal eksternal dan traksi dengan ring halo atau kaliper (tong). Beban traksi bervariasi, namun umumnya ditentukan sekitar 3-5 pon per ruas tulang belakang servikal. Jadi sebesar 15-25 pon digunakan untuk fraktura C5 tak stabil. Bila sinar-x ulang menunjukkan reduksi tak lengkap dari pergeseran fraktura atau subluksasi, maka beban tambahan diberikan hingga fraktura-dislokasi berkurang (maksimum 5kg per tingkat diatas segmen yang cedera). Pada kebanyakan fraktura-dislokasi tulang belakang servikal akan dapat diimmobilisasi dan direduksi dengan efektif memakai fiksasi skelet eksternal dan traksi. Manipulasi leher berlebihan juga berakibat cedera kord spinal permanen disaat resusitasi awal pada pasien cedera. Walau mempertahankan jalan nafas adalah vital, ekstensi yang berlebihan leher disaat intubasi sebelum fraktura servikal dipastikan harus dicegah. Bila jalan nafas artifisial diperlukan sebelum film servikal dibuat, maka dilakukan krikotiroidotomi atau intubasi nasal. Namun intubasi bukan kontra indikasi pada pasien dengan fraktura tulang belakang servikal asal dilakukan oleh petugas yang berpengalaman, sebaiknya seorang ahli anestesi terlatih. Pegangan penting atas ada serta beratnya cedera tulang belakang servikal adalah pelebaran ruang jaringan lunak prevertebral. Cedera dan ketidakstabilan nyata mungkin tampil dengan tanpa kelainan tulang yang jelas pada foto polos. Pada keadaan ini bukti cedera hanyalah pelebaran ruang retrofaringeal atau retro- trakheal. Ruangan retro faringeal membentang dari pinggir posterior bayangan udara faringeal ke aspek antero- inferior dari aksis. Pengukuran melebihi 6-7mm pada anak dan dewasa adalah abnormal. Ruang retrotrakheal ditentukan oleh ruangan jaringan lunak antara batas posterior bayangan udara trakheal keaspek antero- inferior badan ruas tulang belakang C6. Walau ruang ini bervariasi menurut usia dan pernafasan, pengukuran yang melebihi 14mm pada anak dan 22mm pada dewasa adalah abnormal, cedera tulang belakang leher yang bermakna harus diduga. Penting untuk menampilkan seluruh ruas tulang belakang servikal pada foto lateral pada pasien yang mengalami trauma yang jelas. Sering foto pertama tidak memadai menampilkan C7 karena bertumpuk dengan bahu. Kerusakan kord spinal irreversibel secara sekunder dapat diakibatkan oleh manipulasi leher pada pasien dengan fraktura atau dislokasi C7 tak stabil disaat C7 tak tampak pada foto pertama. Ada beberapa indikasi untuk pemasangan traksi leher pada pengelolaan awal cedera tulang belakang servikal: 1. Immobilisasi tulang belakang servikal pada pasien dengan fraktura tak stabil. 2. Reduksi dislokasi atau subluksasi. 3. Distraksi foramina intervertebral pada pasien dengan kompresi radikuler. 4. Mengurangi nyeri yang diakibatkan cedera jaringan lunak bersangkutan. Terdapat dua indikasi yang jelas untuk tindakan operasi gawat darurat atas fraktura dan dislokasi tulang belakang servikal: 1. Defisit neurologis progresif. 2. Adanya cedera kord spinal tak lengkap. Pada keadaan tersebut operasi hanya dilakukan bila terdapat kompresi ekstrinsik atas kord spinal yang tampak pada mielografi. Intervensi bedah gawat darurat untuk stabilisasi atau reduksi jarang diperlukan karena biasanya dapat dicapai dengan traksi skelet. Walau dilaporkan perbaikan neurologis nyata pada pasien dengan kehilangan fungsi neurologis lengkap dibawah tingkat cedera yang mendapat operasi dekompresi dalam 24 jam setelah cedera, umumnya tidak diyakini bahwa intervensi bedah emergensi selalu diperlukan pada pasien yang menampakkan kehilangan fungsi neurologis segera dan lengkap dibawah tingkat fraktura pada saat kecelakaan. A. DISLOKASI ATLANTO-OKSIPITAL (DAO) Ditemukan lebih banyak dibanding masa-masa sebelumnya, karena membaiknya resusitasi ditempat kecelakaan dan cepatnya transportasi ke UGD. MEKANISME CEDERA Biasa mengenai penumpang mobil atau pejalan kaki yang mengalami kecelakaan lalu lintas. Sendi kranioservikal terdiri dari dua kelompok ligamen yang terpisah. Tengkorak melekat dengan C1 melalui ligamen kapsul sendi, ligamen membran kapsul sendi AO anterior dan posterior, dan dua ligamen AO lateral. Ligamen krusiat (berstruktur longitudinal yang berhubungan dengan ligamen transvers atlas) memberikan stabilitas tambahan pada sendi ini. Harus diingat bahwa kelompok kedua yang berjalan dari oksiput menuju C2 memberikan struktur penyokong yang utama pada sendi kranioservikal ini. Pada ligamen ini, dimana termasuk ligamen dental apikal, pasangan ligamen alar serta membran tektorial, juga membatasi gerakan ekstrim pada sendi kraniovertebral. Terutama, hiperekstensi dibatasi oleh membran tektorial dan fleksi lateral oleh ligamen alar (fleksi berlebihan dibatasi oleh kontak proses odontoid dengan basion). Walau dislokasi kranium kedepan terhadap tulang belakang servikal terjadi setelah pemotongan ligamen alar serta membran tektorial, DAO traumatika mungkin mencakup cedera ligamen yang lebih luas. Hiperekstensi akan menyebabkan robeknya membran tektorial, dan cedera ligamen alar disebabkan oleh komponen fleksi lateral yang ekstrim. Terpisahnya elemen posterior aksis dan atlas, mungkin diakibatkan oleh hiperfleksi, tampak pada beberapa pasien. DAO tampaknya mempunyai insidens yang tinggi pada kelompok pediatrik yang mungkin ada kaitannya dengan insidens yang relatif tinggi akan kecelakaan mobil- pedestrian, dengan immaturitas sendi kraniovertebral, atau keduanya. Hubungan kranioservikal secara keselu- ruhan, pada anak tampaknya kurang stabil dibanding dewasa karena dua faktor. Pada anak-anak dataran sendi diantara kranium dengan atlas hampir horizontal. Perkembangan kondilus oksipital terjadi bersama dengan maturasi yang akan memungkinkan sendi kranioservikal berfungsi lebih stabil pada bidang yang lebih vertikal. Selanjutnya kondilus oksipital pada bayi dan anak tidak terletak lebih dalam terhadap fossa faset superior atlas. Dengan maturasi, massa kondiler bertambah dan fossa dari faset superior C1 berkembang lebih lengkap, dengan akibat persendian yang lebih stabil. GAMBARAN KLINIS Disfungsi neurologis akibat DAO bisa dibagi kedalam lesi yang mengenai batang otak, saraf kranial, kord spinal atas, dan akar saraf spinal. Banyak pasien yang disertai cedera kepala hingga memperrumit gambaran neurologis. Cedera batang otak walau sering pada DAO, tidak selalu tampil lengkap. Postur deserebrasi atau adanya kehilangan fungsi batang otak lengkap mungkin tampak, walau sulit untuk memastikan apakah seluruhnya akibat DAO pada pasien yang disertai cedera kepala. Kerusakan piramidal diskreta mungkin mengakibatkan paraparesis. Ketidakstabilan kardiopulmoner berakibat bradikardia, respirasi yang irreguler, atau bahkan apnea dapat terjadi setelah kerusakan batang otak. Kerusakan batang otak berat paling mungkin sebagai penyebab kematian yang tinggi. Dislokasi kranioservikal mungkin berakibat avulsi atau peregangan saraf kranial bawah. Saraf kranial keenam, sembilan hingga duabelas, adalah yang terutama berrisiko. Etiologi sebenarnya disfungsi saraf keenam sulit dipastikan pada pasien yang disertai cedera kepala. Hipertensi berat mungkin timbul bila kedua sinus karotid mengalami denervasi setelah cedera saraf kesembilan. Gangguan fungsi kord spinal atas berakibat kuadri- plegia, walaupun hemiparesis lebih sering terjadi pada pasien dengan DAO (setiap disfungsi motori mungkin juga menunjukkan cedera batang otak). DAO traumatika mungkin juga disertai cedera akar servikal. Cedera unilateral multipel pada akar servikal bisa menyerupai lesi pleksus brakhial. Sebagai tambahan atas kerusakan neural langsung, cedera arteria vertebral mungkin menyebabkan iskemia atau disfungsi neural. DAO berhubungan dengan kompresi, robekan intimal, spasme, dan trombosis pembuluh ini. Beberapa pasien dengan DAO bisa dengan defisit yang timbul tidak sejak awal. Ini mungkin karena trauma tambahan terhadap sistema saraf (sekunder terhadap pergerakan pada tulang belakang yang tak stabil) atau terhadap masalah lain seperti iskemia akibat emboli atau trombosis pembuluh yang rusak. Pasien DAO sering dengan cedera berganda dan karenanya harus dinilai secara lengkap atas cedera lainnya. GAMBARAN RADIOLOGIS Diagnosis definitif DAO dibuat berdasar radiograf. Walau temuan mungkin tidak jelas, adanya hematoma retrofaringeal, yang tak selalu ada, harus mewaspadakan pemeriksa akan cedera tulang belakang serius. Diagnosis DAO mungkin dipastikan oleh satu dari beberapa kriteria radiografik. Powers telah menentukan bahwa hubungan antara basis tengkorak dan C1 ditentukan oleh rasio panjang dua buah garis. Garis pertama adalah jarak antara basion dengan arkus posterior C1, dan yang lainnya adalah jarak antara opistion dan arkus anterior atlas. Rasio rata-rata garis I dan garis II pada orang normal adalah 0.77. Nilai yang lebih dari satu mungkin menunjukkan DAO. Rasio ini tak dipengaruhi dimensi, karenanya tidak dipengaruhi pembesaran yang mungkin terjadi pada posisi film yang tidak baku. Rasio ini tak berlaku pada pasien dengan anomali kongenital foramen magnum atau fraktura arkus neural atlas. Rasio mungkin kurang dari satu pada pasien DAO longitudinal atau posterior. Lee menilai hubungan kraniovertebral dengan cara pasangan garis (garis-x): sebuah dari basion ketitik tengah garis C2 spinolaminer (BC2Sl) dan lainnya dari opistion ke sudut posteroinferior dens (C2O). Garis BC2Sl memotong tangensial aspek posterosuperior dens dan garis C2O memotong tangensial titik tertinggi garis C1 spinolaminer pada pasien normal yang berusia lebih dari 5 tahun. Hubungan ini berubah pada DAO. Metoda garis-x mungkin lebih sensitif dari rasio Powers. Validitasnya tergantung hubungan normal C1 dan C2, dan pada lebih dari 50% pasien dengan DAO, terdapat pemisahan abnormal dari elemen posterior C1 dan C2. DAO mungkin pula didiagnosa dengan menentukan pertambahan jarak dari lokasi paling posterior korteks mandibuler terhadap arkus anterior C1 serta proses odontoid. Posisi radiografik yang tepat, dengan film 72 sm, diperlukan untuk mendapatkan pengukuran yang benar dan hal ini tidak selalu tersedia di UGD. Metoda ini tidak bernilai pada DAO posterior, karenanya fraktura mandibuler yang tergeser dapat membatalkan pengukuran. Kaufman menyelidiki jarak dari kondilus oksipital ke faset superior C1 pada anak dan mendapatkan jaraknya tidak lebih dari 5mm. Diperkirakan bahwa bila setiap pergeseran lebih dari 5mm menunjukkan DAO. Pengukuran ini mungkin didapat dari foto AP ataupun lateral, dan tampaknya terutama berguna dalam menentukan adanya dislokasi longitudinal. Jarak ini belum dinilai pada orang dewasa. Terdapat tiga jenis spesifik DAO: DAO jenis I terdiri dari pergeseran anterior oksiput terhadap C1, jenis II adalah distraksi longitudinal primer dengan separasi oksiput dari atlas, dan DAO jenis III bila oksiput dislokasi keposterior dari C1. PENGELOLAAN DAN OUTCOME Semua korban kecelakaan, terutama dengan cedera kepala dan leher, harus diduga mengalami DAO. Pengelolaan awal adalah mempertahankan ventilasi adekuat dengan tulang belakang servikal diimmobilisasi pada posisi netral. Intubasi nasotrakheal harus dilakukan pada pasien yang memerlukan perlindungan jalan nafas atau menderita distress pernafasan. Bila gagal atau sulit, trakheo- stomi harus segera dilakukan. Terdapat kontroversi akan keamanan dan manfaat traksi pada tahap awal pengelolaan pasien. Walau ada dugaan struktur neural akan terganggu oleh traksi, hingga saat ini hal ini tak pernah dilaporkan dengan jelas. Pembagian DAO menjadi tiga jenis berguna untuk membimbing terapi awal. Pasien dengan DAO jenis II, masalah primer adalah distraksi longitudinal, karenanya traksi mungkin akan menyebabkan distraksi lebih jauh, karenanya dikontraindikasikan. Namun pada pasien dengan DAO jenis I (anterior) dan III (posterior) dan defisit neurologis, traksi diindikasikan untuk mengembalikan struktur tulang dan untuk mendekompresi elemen neural. Resolusi yang cepat dari defisit neurologis major didapatkan untuk pasien jenis I dan III yang ditindak dengan cara ini. DAO jenis I atau III yang berdiri sendiri-sendiri tidak mutlak merupakan suatu keharusan untuk pemasangan traksi. Bila malalignmentnya hanya minimal, dan/atau defisit ringan, mungkin realignment bisa dipertanggung- jawabkan dengan pengaturan posisi secara hati-hati dengan bantuan fluoroskopi. Hanya pada keadaan mis- alignment yang parah atau defisit neurologis major, traksi bisa dipertimbangkan. Tindakan dengan traksi harus hati-hati, beban 2.5 kg atau kurang. Beban yang berlebihan harus dicegah, pengamatan ketat radiologis dan neurologis diperlukan. Setelah adanya perbaikan dari defisit atau realignment radiografik dari tulang belakang, traksi bisa dikurangi hingga 0.5-1kg, atau bahkan dihentikan serta pasien diimmobilisasi. Setiap traksi dengan beban ringan tersebut harus dilakukan dengan alat halter servikal. Perhatian khusus diarahkan pada pemeliharaan jalan nafas yang adekuat. Traksi bisa juga dengan tong Gardner-Wells atau ring halo. Anak memerlukan pertimbangan khusus. Setelah usia 4 tahun (dan mungkin sejak dua tahun) sudah cukup perkembangan kalvaria yang aman untuk pemasangan tong. Bila jarak interpin minimal dari tong Gardner-Wells sangat besar untuk memungkinkan fiksasi adekuat dari tengkorak yang masih kecil, tong University of Virginia mungkin merupakan alternatif. Alat halo mungkin juga dipertimbangkan. Pin halo harus dipuntirkan dengan torsi 2kg pada pasien 2-4 tahun. Pada anak dibawah 2 tahun, kawat yang dipasang melalui 2 lubang burr mungkin digunakan untuk traksi. Teknik ini memerlukan pengamanan kulit dengan meletakkan bantalan antara kawat dan kulit. Walau beberapa pasien berhasil dengan baik dengan tindakan traksi serta immobilisasi lama, sisanya tetap tidak stabil dan memerlukan fusi terbuka. Cedera yang primer pada ligamen, seperti DAO, sering tetap tak stabil setelah terapi konservatif, karenanya dianjurkan sebagai tindakan definitifnya adalah fusi posterior sesegera keadaan medikal memungkinkan. Fusi dari oksiput hingga C1 dan C2 (terkadang C3) diperlukan walau nyatanya hal ini mungkin mengurangi mobilitas tulang belakang servikal sekitar 50%. Disukai fusi dengan fiksasi kawat dan tandur tulang. Penggunaan kawat dan metil metakrilat adalah metoda alternatif, dan walau teknik ini memerlukan pemasangan benda asing, fiksasi internal dapat segera dilakukan. Pasien yang hidup setelah DAO dalam 48 jam pertama mempunyai outcome yang baik. Hingga seperempat mungkin dengan neurologis intak, dan 25% lainnya hanya dengan defisit minor.

ALVEOLEKTOMI
A. Pengertian Alveolektomi
Alveolectomy adalah pengurangan tulang soket dengan cara mengurangi plate labial/bukal dari prosessus alveolar dengan pengambilan septum interdental dan interadikuler. Atau Tindakan bedah radikal untuk mereduksi atau mengambil procesus alveolus disertai dengan pengambilan septum interdental dan inter radikuler sehingga bisa di laksanakan aposisi mukosa (Sandira, 2009).
Alveolektomi termasuk bagian dari bedah preprostetik, yaitu tindakan bedah yang dilakukan untuk persiapan pemasangan protesa. Tujuan dari bedah preprostetik ini adalah untuk mendapatkan protesa dengan retensi, stabilitas, estetik, dan fungsi yang lebih baik. Tindakan pengurangan dan perbaikan tulang alveolar yang menonjol atau tidak teratur untuk menghilangkan undercut yang dapat mengganggu pemasangan protesa dilakukan dengan prinsip mempertahankan tulang yang tersisa semaksimal mungkin. Seringkali seorang dokter gigi menemukan sejumlah masalah dalam pembuatan protesa yang nyaman walaupun kondisi tersebut dapat diperbaiki dengan prosedur bedah minor. Penonjolan tulang atau tidak teratur dapat menyebabkan protesa tidak stabil yang dapat mempengaruhi kondisi tulang dan jaringan lunak dibawahnya. (Ghosh, 2006).
Tujuan alveolektomi adalah :
Membuang ridge alveolus yang tajam dan menonjol
Membuang tulang interseptal yang sakit sewaktu dilakukan gingivektomy
Untuk membuat kontur tulang yang memudahkan pasien dalam melaksanakan pengendalian plak yang efektif.
Untuk membentuk kontur tulang yang sesuai dengan kontur jaringan gingival setelah penymbuhan.
Untuk memudahkan penutupan luka primer.
Utuk membuka mahkota klinis tambahan agar dapat dilakukan restorasi yang sesuai.
(Pedersen, 1996).
B. Etiologi Alveolektomi
Indikasi untuk prosedur ini sangat jarang dilakukan tetapi mungkin dilakukan saat proyeksi gigi anterior dari ridge pada area premaksilaris akan menjadi masalah untuk estetik dan kestabilan gigi tiruan pada masa yang mendatang. Maloklusi klass II divisi I adalah tipe yang sangat memungkinkan untuk dilakukan prosedur ini (Wray, 2003).
C. Indikasi dan Kontraindikasi
Indikasi
Indikasi dari prosedur alveolektomi jarang dilakukan tetapi biasanya pada dilakukan pada kasus proyeksi anterior yang berlebih pada alveolar ridge pada maxilla(Wray et al,2003) atau untuk pengurangan prosesus alveolaris yang mengalami elongasi (Thoma, 1969). Area yang berlebih tersebut dapat menimbulkan masalah dalam estetik dan stabilitas gigi tiruan. Pembedahan ini paling banyak dilakukan pada maloklusi kelas II divisi I (Wray et al,2003).
Alveolektomi juga dilakukan untuk mengeluarkan pus dari suatu abses pada gigi.
Alveolektomi diindikasikan juga untuk preparasi rahang untuk tujuan prostetik yaitu untuk memperkuat stabilitas dan retensi gigi tiruan (Thoma, 1969).
Menghilangkan alveolar ridge yang runcing yang dapat menyebabkan : neuralgia,protesa tidak stabil,protesa sakit pada waktu dipakai.
Menghilangkan tuberositas untuk mendapatkan protesa yang stabil dan enak dipakai
Untuk eksisi eksostosis (Thoma, 1969).
Menghilangkan interseptal bonediseas.
Menghilangkan undercut.
Mendapatan spaceintermaksilaris yang diharap.
Untuk keperluan perawatan ortodontik,bila pemakaian alat ortho tidak maksimal maka dilakukan alveolektomi
penyakit periodontal yang parah yang mengakibatkan kehilangan sebagian kecil tulang alveolarnya.
12. ekstraksi gigi yang traumatik maupun karena trauma eksternal.
Kontra indikasi
Sedangkan kontra indikasi alveolektomi adalah :
Pasien dengan penyakit sistemik
Periostitis
Periodontitis
D. Klasifikasi Alveolektomi
a) Simple alvolectomy
Setelah dilakukan multiple extractions, lapisan alveolar bukal dan tulang interseptal diperiksa untuk mengetahui adanya protuberansia dan tepi yang tajam. Incisi dibuat melintangi interseptal crests. Mukoperiosteum diangkat dengan hati-hati dari tulang menggunakan Molt curet no.4 atau elevator periosteal. Kesulitan terletak pada permulaan flap pada tepi tulang karena periosteum menempel pada akhiran tulang, tetapi hal ini harus dilatih agar flap tidak lebih tinggi dari dua per tiga soket yang kosong. Jika terlalu tinggi akan dapat melepaskan perlekatan lipatan mukobukal dengan mudah, dengan konsekuensi hilangnya ruang untuk ketinggian denture flange. Flap diekstraksi dengan hati-hati dan tepi dari gauze diletakkan di antara tulang dan flap. Rongeur universal diletakkan pada setengah soket yang kosong, dan lapisan alveolar bukal atau labial direseksi dengan ketinggian yang sama pada semua soket. Rounger diposisikan pada sudut 45° di atas interseptal crest, satu ujung pada masing-masing soket, dan ujung interseptal crest dihilangkan. Prosedur ini dilakukan pada semua interseptal crests. Perdarahan tulang dikontrol dengan merotasi curet kecil pada titik perdarahan. File ditarik secara ringan pada satu arah pemotongan secara menyeluruh sehingga meratakan tulang. Partikel-partikel kecil dihilangkan, gauze juga dilepaskan sehingga awalan flap terletak pada tulang, dan jari digesek-gesekkan (dirabakan) pada permukaan mukosa untuk memeriksa kedataran tulang alveolus. Lapisan bukal harus dibuat kontur kurang lebih setinggi lapisan palatal dan dibuat meluas dan datar. Undercut pada bagian posterior atas dan anterior bawah perlu deperhatikan. Sisa jaringan lunak dan jaringan granulasi kronis juga dihilangkan dari flap bukal dan palatal, kemudian dijahit menutupi area interseptal tetapi tidak menutupi soket yang terbuka. Penjahitan secara terputus atau kontinyu dilakukan tanpa tekanan.
b) Radical alveolectomy
Pembentukan kontur tulang bagian radiks dari tulang alveolar diindikasikan karena terdapat undercuts yang sangat menonjol, atau dalam beberapa hal, terdapat perbedaan dalam hubungan horizontal berkenaan dgn rahang atas dan rahang bawah yang disebabkan oleh overjet. Beberapa pasien mungkin memerlukan pengurangan tulang labial untuk mendapatkan keberhasilan dalam perawatan prostetik.
Dalam beberapa kasus, flap mukoperiosteal menjadi prioritas untuk melakukan ekstraksi. Ekstraksi gigi, pertama dapat difasilitasi dengan menghilangkan tulang labial diatas akar gigi. Penghilangan tulang ini juga akan menjaga tulang intraradikular. Setelah itu sisa-sisa tulang dibentuk dan dihaluskan sesuai dengan tinggi labial dan oklusal menggunakan chisel, rongeur dan file. Sisa jaringan pada bagian flape labial dan palatal dihaluskan, yang diperkirakan akan menganggu atau melanjutkan kelebihan sutura pada septa (continuoussutures over the septa).
Dalam penutupan flap, penting untuk menghilangkan jaringan pada area premolar agar terjadi penuruan pengeluaran dari tulang labial. Dalam pembukaan flap yang besar, harus dilakukan pemeliharaan yang tepat untuk memelihara perlekatan dari lipatan mukobukal sebaik mungkin, atau selain itu penghilangan kelebihan flap yang panjang harus dilakukan pada akhirnya. Jika flap tidak didukung dengan gigi tiruan sementara (immediate denture) dan sisa jaringan tidak dihilangkan, tinggi dari lapisan mukobukal akan berkurang secara drastis.
(Kruger, 1984)
E. Prosedur Alveolektomi
Teknik untuk alveolektomi maksila dan mandibula:
Jika kasus salah satu dari gigi yang tersisa baru dicabut, mukoperiosteum harus dicek untuk memastikan bahwa telah terdapat kedalaman minimum sebesar 10mm.Dari semua tepi gingival yang mengelilingi area yang akan dihilangkan.
Pastikan bahwa insisi telah dibuka mulai dari midpoint dari puncak alveolar pada titik di pertengahan antara permukaan buccal dan lingual dari gigi terakhir pada satu garis, yaitu gigi paling distal yang akan dicabut, menuju ke lipatan mukobukal pada sudut 450 setidaknya 15mm. tarik insisi ke area dimana gigi tersebut sudah dicabut sebelumnya.
Angkat flap dengan periosteal elevator dan tahan pada posisi tersebut dengan jari telunjuk tangan kiri atau dengan hemostat yang ditempelkan pada tepi flap atau dengan tissue retactor.
Bebaskan tepi flap dari darah menggunakan suction apparatus, dan jaga dari seluruh area operasi.
Letakkan bone shear atau single edge bone-cutting rongeur dengan satu blade pada puncak alveolar dan blade lainnya dibawah undercut yang akan dibuang, dimulai pada regio insisivus sentral atas atau bawah dan berlanjut ke bagian paling distal dari alveolar ridge pada sisi yang terbuka.
Bebaskan mukoperiosteal membrane dari puncak alveolar dan angkat menuju lingual, sehingga plate bagian lingual dapat terlihat. Prosedur ini akan memperlihatkan banyak tulang interseptal yang tajam.
Hilangkan penonjolan tulang interseptal yang tajam tersebut dengan end-cutting rongeurs.
Haluskan permukaan bukal dan labial dari alveolar ridge dengan bone file. Tahan bone file pada posisi yang sama sebagai straight operative chisel , pada posisi jari yang sama, dan file area tersebut pada dengan gerakan mendorong.
Susuri soket dengan small bowl currete dan buang tiap spikula kecil tulang atau struktur gigi atau material tumpatan yang masuk ke dalam soket. Ulangi prosedur ini pada sisi kiri atas dan lanjutkan ke tahap berikutnya.
10. Kembalikan flap pada posisi semula, kurang lebih pada tepi jaringan lunak, dan ratakan pada posisi tersebut dengan jari telunjuk yang lembab.
11. Catat jumlah jaringan yang overlapping, yang notabene bahwa tulang dibawahnya telah dikurangi, yang akhirnya meninggalkan tulang yang lebih sedikit dilapisi oleh jaringan lunak.
12. Dengan gunting, hilangkan sejumlah mukoperiosteum yang sebelumnya terlihat overlap.
13. Ratakan jaringan lunak tersebut kembali ketempatnya menggunakan jari telunjuk yang lembab, perkirakan tepi dari mukoperiosteum, lalu catat apakah ada penonjolan tajam yang tersisa pada alveolar ridge. Operator dapat merasakannya dengan jari telunjuk.
14. Jika masih terdapat penonjolan dari tulang yang tersisa, hilangkan dengan bone fie.
15. Jahit mukoperiosteum kembali ketempatnya. Disarankan menggunakan benang jahitan sutra hitam kontinyu nomor 000. Walaupun demikian, jahitan interrupted juga dapat digunakan jika diinginkan
Fig. 10.1. Protrusion of alveolar bone of the premaxilla
after multiple extractions of anterior teeth
Fig. 10.18 a, b. Diagrammatic illustration (a) and clinical photograph (b) of gross intraseptal irregularities after multiple tooth extractions
Fig. 10.19. Incision along the alveolar ridge to cut the interdental
papillae of the gingivae
Fig. 10.20. Reflection and elevation of the mucoperiosteal
flap to expose the bone area to be recontoured
Fig. 10.21 a, b. Removal of sharp bone edges with a rongeur. a Diagrammatic illustration. b Clinical photograph
Fig. 10.22 a, b. Smoothing of bone with a bone file. a Diagrammatic illustration. b Clinical photograph
Fig. 10.23 a, b. Removal of excess soft tissues with soft tissue scissors. a Diagrammatic illustration. b Clinical photograph
Fig. 10.24. Operation site after suturing
Fig. 10.25. Postoperative clinical photograph 2 months
after surgical procedure
(Fragiskos, 2007)
F. Medikasi Pasca Bedah
Analgesic
Perawatan Pasca Operasi
Rasa sakit dan tidak nyaman muncul pada waktu kembalinya sensasi (saat kerja obat anestesi telah usai ). Oleh karena itu, analgesic diperlukan untuk mengontrol rasa sakit dan tidak nyaman setelah operasi dilakukan. (Pedersen,1996).
Antibiotik
Antibiotik dapat bekerja secara primer dengan menghentikan pembelahan sel (bakteriostat), atau dengan membunuh mikroorganisme secara langsung (bakterisida) (Brooker, 2005). Obat antibiotik digunakan untuk menghilangkan dan mencegah infeksi pasca bedah.
Gargarisma
Penggunaan Gargarisma secara efektif dianjurkan karena hampir selalu terjadi kondisi di mana kebersihan mulut jelek karena penyikatan gigi masih sakit.
Aplikasi dingin untuk mengontrol pembengkakan
Pembengkakan mencapai puncaknya kurang lebih 24 jam sesudah pembedahan. Pembengkakan dapat bertahan 1 minggu.
Aplikasi dingin dilakukan pada daerah wajah dekat dengan daerah yang dilakukan pembedahan (Pedersen, 1996).
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Pasien edentulous tidak ada bimbingan proprioseptif dari gigi mereka untuk membimbing pergerakan mandibulaproprioseptif sumber dorongan bagi pasien edentulous ditransfer ke gerakan rahang. hubungan centric yang memiliki fitur penting berikut. dapat dipelajari, dan dicatat ulang, serta posisi yang tetap konstan sepanjang hidup.dokter gigi harus mengarahkan pasien dengan sabar untuk menggerakan mandibula dari posisi sentrik relasi. Karena sentrik relasi dapat di pelajari (bukan posisi default). (Nallaswamy, 2004)
Relasi sentrik sangat penting untuk kenyamanan gigi, periodonsium, otot penguyahan dan nervus yang berasosiasi, banyak konsep dari oklusi berdasarkan dari ke harmonisan relasi sentrik (Pantaleao, et all., 1993)
Relasi sentrik merupakan lokasi akhir yang baik untuk mengunyah dan nyaman posisi normal bagi semua orang yang memiliki sendi rahang relatif sehat (Gerard, et all., 2001)
Kehilangan hubungan sentries, dapat menyebabkan ketidakseimbangan otot dengan otot meningkat, overactivity otot, kejang, dan nyeri akibat perubahan posisi condylar di fosa (Seth, et all., 2004).
Posisi oklusi gigi-geligi berperan besar dalam keadaan fisiologis. Selain factor fisiologis, kenyamanan merupakan factor penting lain yang menyebabkan oklusi gigi-geligi perlu diperhatikan secara tepat dan akurat. Suatu gigi yang hilang harus segera diganti dengan gigi tiruan agar tidak mengganggu fungsi oklusi. Pada hakikatnya penggantian gigi tiruan berfungsi untuk pengunyahan, pengucapan, estetis, menjaga kesehatan jaringan, serta mencegah kerusakan lebih lanjut dari struktur organ rongga mulut. Untuk menunjang fungsi-fungsi diatas diperlukan keseimbangan dan keharmonisan antara komponen system pengunyahan, baik gigi-geligi, otot dan sendi temporomandibular yang semuanya berfungsi dengan baik.
Posisi dan oklusi gigi berperan penting dalam mengunyah dan menelan. Oklusi dapat diartikan sebagai kontak anatara gigi-geligi secara langsung yang saling berantagonis dari satu rangkaian gerakan mandibula.
Relasi sentrik merupakan relasi retrusi mandibula terhadap maxilla. Disini mandibula telah terdorong kebelakang dan karena itu tidak ada alasan untuk menyebut mandibula berada pada posisi sentral. Kerancuan istilah ini makin bertambah dengan diperkenalkannya kata sifat “tegang” dan tidak seorangpun yakin istilah mana yang cocok. Relasi sentrik juga disebut sebgai posisi kondilus mandibula yang paling belakang, paling tengah dan paling atas terhadap fossa glenoidea.
Keadaan yang sangat penting inilh yang harus dipahami oleh setiap dokter gigi untuk menciptakan keadaan sentrik yang baik agar tidak merusak fungsi dari hubungan relasi tersebut.
I.2. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui dan
memahami apa yang dimaksud dengan relasi sentrik pada pembuatan gigi tiruan lengkap serta hal-hal lainnya yang terkait dengan relasi sentrik.
BAB II
ISI
II.1. Definisi Relasi Sentrik
Istilah relasi sentrik diartikan secara berbeda-beda dalam penerapannya pada pengembangan restorasi dental. Tetapi untuk meningkatkan komunikasi antar bidang kedokteran gigi perlu digunakan satu definisi yang sama.
Relasi sentrik didefinisikan sebagai (1) posisi mandibula yang sesuai dengan posisi oklusi median, (2) posisi mandibula yang ditentukan oleh refleks neuromuskular yang dipelajari ketika gigi-gigi sulung beroklusi, (3) posisi mandibula yang terjadi ketika pusat gerakan vertikal dan lateral berada pada posisi engsel paling posterior, (4) hubungan mandibula terhadap maksila saat mandibula bertahan ketika menelan, (5) posisi mandibula yang sama dengan posisi istirahat fisiologis, (6) posisi mandibula saat menelan. Kerancuan dalam terminologi ini diperburuk dengan adanya perbedaan pendapat tentang hubungan antara relasi sentrik dan posisi interkuspal. Beberapa penulis menganggap bahwa ini adalah posisi muskular berdasarkan anggapan bahwa posisi ini merupakan yang paling sering digunakan dalam fungsi. Kedudukan ini didefinisikan sebagai posisi yang dicapai setelah mandibula bergerak menutup secara relaks dari posisi istirahat, dan biasanya bertepatan dengan posisi interkuspal (atau hubungan gigi-geligi) pada geligi asli. Meskipun demikian, riset menunjukkan bahwa posisi muskular sangat bervariasi dan tidak dapat dicatat dengan ketepatan yang sama seperti posisi retrusi.
Kerancuan ini dapat dihilangkan dengan menerima satu definisi : Relasi sentrik ialah posisi mandibula paling mundur terhadap maksila pada dimensi vertikal yang telah ditetapkan. Semua posisi mandibula yang lain dalam bidang horizontal adalah eksentrik dan dapat diberlakukan pada relasi sentrik tanpa mengubah atau mengacaukan pengertiannya. Persaingan yang jelas antara relasi sentrik/posisi kontak mundur dan posisi muskular yang dipakai unutuk mencatat hubungan horizontal antar-rahang supaya telah dimenangkan oleh konsep pertama (setidak-tidaknya, menurut literatur prostodontik).
(Zarb, George, et all,2002)
II.2. Konsep dan Metode Pencatatan Relasi Sentrik
Konsep relasi sentrik :
Konsep pertama :
Pencatatan harus dilakukan dengan tekanan penutupan minimal sehingga jaringan yang mendukung basis gigi tiruan tidak akan bergeser pada saat catatan diambil. Tujuan konsep ini adalah supaya gigi geligi yang berlawanan dapat menyentuh secara merata dan serentak pada saat terjadi kontak pertama. Kontak gigi secara merata tidak akan merangsang pasien untuk menggertakkan giginya dan merelasikan otot-otot penutup pada periode antara pengunyahan.
Konsep kedua :
Pencatatan harus dilakukan dengan tekanan penutupan yang kuat sehingga jaringan dibawah lempeng pencatat akan bergeser pada saat pencatat dilakukan. Tujuan dari konsep ini adalah untuk menghasilkan perubahan bentuk jaringan lunakyang sama seperti yang akan terjadi bila ada tekanan penutupan yang berat pada gigi tiruan. Jadi, tekanan-tekanan oklusal akan dibagi sama rata pada tulang alveolar bila gigi tiruan menerima beban oklusal yang berat. Tetapi bila pembagian tekanan di jaringan lunak tidak sama berat, gigi-geligi tidak akan berkontak merata pada saat kontak pertama terjadi.
(Zarb dkk., 2001)
Bermacam-macam metode yang dipakai untuk mencatat relasi sentrik dapat diklasifikasikan sebagai cara static dan cara fungsional.
A. CARA STATIK
Meliputi pertama menempatkan mandibula dalam hubungan relasi sentrik terhadap maksila, kemudian mencatat hubungan kedua galengan gigit satu sama lain. Metode ini memiliki keuntungan karena pergeseran basis pencatat terhadap tulang penghubung hanya minimal. Pencatatan static intra-oral dilakukan dengan malam atau gips, dengan atau tanpa jarum pencatat di tengah, serta dengan atau tanpa alat pencatat ( tracing devices) intra-oral atau extra-oral guna menunjukkan hubungan relative antara kedua rahang.
B. CARA FUNGSIONAL
Melibatkan aktifitas atau gerakan fungsional mandibula pada saat dibuat pencatatan. Cara-cara ini mempunyai keburukan, karena menyebabkan pergeseran basis pencatat ke lateral dan anteroposterior terhadap tulang pendukung pada saat pencatatan dilakukan. Pencatatan pada cara fungsional meliputi bermacam-macam teknik mengunyah yang dianjurkan oleh Needles, House, serta Essig dan Patterson. Termasuk pula cara menelan untuk menempatkan dan mencatat posisi relative kedua rahang.
Kedua metode untuk mencatat relasi sentrik diatas, masing-masing dapat dilakukan secara intra-oral maupun extra-oral.
a) PENCATATAN GRAFIS EXTRA-ORAL
Goreskan ujung jarum pada meja pencatat yang dilapisi oleh karbon atau malam dapat dipakai untuk menunjukkan posisi RB relative terhadap RA pada bidang horizontal (Gbr.A). Goresan ini berbentuk kira-kira seperti lengkung gothic sehingga diberi nama Goresan Lengkung Gothic, atau dikenal pula sebagai goresan bertbentuk ujung anak panah.
Untuk membuat goresan berbentuk anak panah atau goresan ujung jarum, satu kondilus bergerak ke depan dan ke dalam saat mandibula bergerak ke lateral dan kondilus yang lain berotasi dan bergerak ke arah yang berlawanan. Gerakan-gerakan ini mendekati rotasi secara berganti-ganti sekeliling kedua kondilus. Gerakan ini memotong garis yang terbentang ke suatu titik yang menunjukkan posisi paling mundur dari kedua kondilus. Karena itu bila kedua kondilus sedang beristirahat dalam posisinya yang paling mundur, ujung jarum pencatat akan beristirahat pada puncak goresan yang terbentuk (Gbr. B). Goresan ujung jarum pada dasarnya adalah suatu gambatran tunggal dari posisi mandibula dan gerakan-gerakannya pada bidanag horizontal.
Gambar A dan B
Banyak goresan ujung jarum tidak menunjukkan relasi sentrik yang tepat karena puncakanya membulat. Gerakan-gerakan lateral harus dilakukan sampai diperoleh goresan dengan puncak yang tajam, yang menunjukkan posisi mundur mandibula yang tepat. Goresan dengan ujung yang tumpul atau membulat terjadi bila kondilus tidak mencapai posisinya yang paling mundur dalam mangkok sendi atau bila basis pencatat bergerak dalam jaringan pendukungnya. Puncak yang membulat dapat dibetulkan hanya dengan mengulang gerakan mandibula dari sisi ke sisi dan dalam hubungan protrusi terhadap maksila. Alat penggores dengan jarum ditengah-tengah mempunyai meja pencatat yang memungkinkan pasien untuk memajukan dan memundurkan mandibula dengan mudah pada saat pencatatan.
Goresan ganda, satu di depan yang lain, juga dapat dibuat dengan menambah atau mengurangi dimensi vertical yang digunakan untuk membuat pencatatan. Dengan pemegang jarum pencatat di titik sentral, jarum pencatat bias dinaikkan atau diturunkan. Kedua cara penggoresan ini memberikan gambaran yang bagus tentang posisi sentrik yang berbeda-beda pada dimensi vertical oklusal yang berbeda-beda. Pencatat extra-oral mempunyai perpanjangan cukup jauh dari basis pencatat, sehingga goresan yang diperoleh diperbesar dan mudah dievaluasi. Goresan yang dilakukan di dalam mulut, atau dekat dengan galengan gigit, sering terlihat kecil, dan sulit diperoleh puncak yang tajam. Beberapa alat pencatat mempunyai penunjuk titik sentral yang dikombinasikan dengan jarum penggores yang ditempatkan pada titik tersebut, dan goresan dibuat pada lempeng yang terdapat sebagai lawannya.
Pencatat yang menggunakan penunjuk titik sentral ditempatkan dan dilekatkan pada basis galengan gigit secara hati-hati di pusat rahang, baik dalam arah lateral maupun dalam arah anteroposterior, hingga tekanan akan dibagikan secara sama rata dalam arah lateral maupun dalam arah anteroposterior (Gb. C). Ini diperkirakan berdasarkan dugaan bahwa letak pusat galengan gigit mandibula bertepatan dengan pusat galengan gigit maksila. Namun, ada suatu rentang tertentu; jadi kesamaan tekanan dapat dicapai dengan cukup baik bila letak kedua pusat berdekatan. Karena itu tidak dibenarkan untuk menggunakan alat pencatat dengan penunjuk titk sentral jika hubungan antar alveolarnya tidak normal atau bila ada jaringan lunak yang berlebihan pada proseesus alveolarisnya. Demikian pula, adanya jaringan lunak pendukung yang berbeda-beda ketebalannya dapat menyebabkan kesalahan-kesalahan dalam arah vertikal, meskipun mandibulanya sendiri berada dalam posisi relasi sentrik horizontal yang benar.
Gambar C
Kecuali puncaknya yang merupakan petunjuk lokasi lokasi sentrik, perlu diingat agar tidak menerima setiap bagian goresan yang dihasilkan. Bila tekana pengunyahan pasien ringan, ia mungkin sering menutup rahang dalam posisi eksentrik.
Pencatat ekstraoral dapat digunakan pada galangan gigit dari malam atau kompon yang dilekatkan pada bassis sementara dikombinasikan dengan penunjuk titis sentral. Pencatat ekstraoral yang tanpa penunjuk titik sentral dianggap kurang memuaskan karena meskipun alat ini menunjukkan posisi mandibula yang benar dalam arah anterioposterior, namun tidak mencata hubungan (superoinferior) maksilo mandibular yang benar. Sangat sulit untuk mempertahankan tekanan yang sama pada balok-balok malam atau kompon; dengan demikian mengunci hubungan rahang berpedoman pada hasil goresan tanpa penunjuk titk sentral tidaka banyak berarti.
b) PENCATATAN RELASI SENTRIK INTRAOKLUSAL
Pencatatan intraklusal dibuat dengan menggunakan bahan pencatat yang diletakkan diantara kedua galangan gigi, basis gigi tiruan percobaan, atau gigi tiruan lengkapnya. Bahan yang biasa digunakan untuk ini adalah gips, malam, pasta oksida seng eugenol (OC) dan resin akrilik polimerasi dingin. Pasien menggigit kearah bahan pencatat dengan RB pada posisi paling mundur dan berhenti pada hubungan vertikal yang sebelumnya telah dilakukan. Pencatatan intraoklusal relative mudah dibuat tetapi hasilnya tergantung pada penilaian klinis dokter gigi dan kerjasama antara dokter gigi dan pasien. Metode ini sederhana karena alat-alat mekanik tridak dipasang dalam mulut pasien dan tidak dilekatkan pada galangan gigi.
Dalam beberapa hal, pencatatan interoklusal lebih disukai daripada pencatatan dengan bantuan alat mekanik. Pada awalnya pencatatan relasi sentrik hanya dilakukan dengan menggunakan lapisan malam yang tebal. Ini menghasilkan hasil pencatatan yang tidak baik dan tidak akurat. Kendala dalam pencatatan dengan malam mencakup pelunakan malamnya tidak dapat merata dan ketebalannya sukar dibuat sama hingga memungkinkan terjadinya distorsi dalam hasil pencatatan. Bahan cetak gips, pasta OSE, resin akrilik, polieter, dan silicon memberi perlawanan yang kecil saat pasien menggigit kedalamnya; perlawanannya seragam diseluruh bahan dan setelah mengeras kekerasannya cukup hingga catatan interoklusal yang dihasilkan tidak mudah mengalami distorsi. Dengan menambahkan sedikit alcohol ke dalam pasta OSE, pengerasan dapat dipercepat. Hal ini menguntungkan untuk pasien yang basis gigi tiruannya goyang.
Cara membuat pencatatan interoklusal dengan gips sangat sedarhana. Pasien didudukkan tegak dengan nyaman diatas kursi gigi dengan kaki santai ditempat kaki. Kepala ditopang oleh sandaran kepala agar tidak bergerak-gerak, demikian pula setiap gerakan galangan gigit dan bahan pencatat harus dikendalikan. Ibu jari dan telunjuk atau jari tengah tangan dokter gigi diletakkan diantara gigi geligi atau galengan gigit yang berhadapan. Tangan dibalik untuk menutup mata pasien agar tidak merasa cemas bila pasien melihat kekecewaan dokter sewaktu instruksinya tidak diikuti dengan baik. Jari telunjuk tangan yang lain ditempatkan pada permukaan labial gigi-gigi anterior bawah atau pada galengan gigit untuk menahan basis gigi tiruan di tempatnya sambil merasakan gerakan anteroposterior mandibula. Pada saat pasien menutup mulut dalam relasi sentrik, dokter gigi menyingkirkan ibu jari dan telunjuknya, hingga kekuatan gerakan menutup dapat menahan kedua basis gigi tiruan pada posisisnya yang benar di atas tulang alveolar (Gb. D).
Gambar D
Cara lain, yang mirip dengan yang tersebut di atas, utuk menempatkan tangan dokter gigi adalah sbb:
Satu tangan menahan basis gigi tiruan atas dalam posisinya, sambil tangan yang lain mengendalikan RB. Ibu jari dan telunjuk ditempatkan pada basis bawah di bagian Molar satu kiri dan kanan, sedang bagian tengah tangan mendorong dagu perlahanlahan ke belakang. Jari-jari yang lain dipakai untuk memeriksa relasi otot-otot dasar mulut.
Agar dokter gigi maupun pasien terbiasa dengan gerakan menutup mulut seperti yang diperlukan dalam pencatatan ini, dapat diberikan latihan secukupnya. Hubungan gigi-gigi anterior atau galengan gigit yang berhadapan ketika mandibula dalam relasi sentrik pada dimensi vertikal yang diinginkan selama latihan gerak menutup merupakan petunjuk bagi dokter gigi tentang besar jarak antar rahang yang diperlukan bagi pencatatn inter-oklusal tsb. Sebagian besar hasil pencatatan relasi sentrik yang tidak benar dapat dikenal pada saat pencatatan dilaksanakan, tetapi pengecekkan selllanjutnya perlu dilakukan untuk mendeteksi kesalahan-kesalahan kecil. Hal ini dapat dilakukan dengan menyusun gigi-gigi posterior dalam oklusi sentrik di articulator dan melihat oklusinya di dalam mulut.
CARA LAIN UNTUK MENCATAT RELASI SENTRIK
Beberapa metode lain untuk mencatat relasi sentrik memberikan berbagai macam hasil campuran. Beberapa cara dilakukan dengan menyesuaikan galengan gigit sampai keduanya berkontak cukup baik di dalam mulut pada relasi vertikal yang diinginkan. Selembar seluloid atau kertas ditempatkan diantara galengan gigit dan digigit kuat-kuat. Bila kertas dapat ditarik denga mudah, berarti tekanan di sisi tersebut lebih kecil daripada sisi yang lain. Tinggi galengan gigit dikurangi pada tempat yang tekanannya berlebihan, atau ditambah pada tempat yang tekanannya kurang. Prosedur semacam ini seringkali tidak memuaskan.
Metode lain untuk melakukan pencatatan degangan galengan gigit malam ialah dengan memanaskan permukaan salah satu galengan gigit dan menyuruh pasien menggigit ke dalam permukaan yang telah dilunakkan ini untuk memperoleh catatan hubungan maksilomandibular yang baru (Gambar E). Prosedur ini tidak menghilangkan kesalahan akibat tekanan yang tidak sama.
Gambar E
Kemajuan besar dalam metode melunakkan galengan gigit adalah melunakkan bagian posteriornya dengan panas tinggi dan membiarkan bagian anteriornya dingin untuk memperoleh dimensi vertical oklusal yang telah ditentukan sebelumnya. Pemanasan tinggi ini kadang¬kadang disebut pooling. Pemanasan tinggi dilakukan de¬ngan menusukkan spatel malam yang panas ke dalam galengangigit bawah, mula mula pada situ sisi kemudian di sisi yang lain, hingga dapat memberi waktu bagi bagian dalam malam yang panas untuk juga melunakkan secukup¬nya bagian luarnva, sehingga dinding luarnya akan mu¬dah berubah bentuk bila tertekan waktu pasien mengigit. galengan gigit atas tidak dilunakkan, sehingga tidak akan dipengaruhi selama berkontak dengan galengan gigit ba¬wah yang lunak. Setelah malam didinginkan, kelebihannya dibuang, karena bila tidak akan membimbing mandibula kembali ke dalam hubungan yang sama ketika dilakukan gerakan menutup berikutnya. Dengan kata lain, kelebihan malam tidak mungkin dapat digunakan untuk memeriksa atau mengubah pencatatan relasi sentrik.
Satu metode yang lain lagi yaitu dengan menggunakan malam yang dilunakkan, yang diletakkan di atas permukaan oklusal gi-geligi posterior bawah. Malam pencatat tidak diletakkan diatas gigi-gigi anterior agar tidak membuat pasien terpicu memajukan mandibulanya. Pada metode ini gigi-gigi atas menggigit ke dalam malam, dan bukan malam berkontak dengan malam seperti pada metode-metode yang lain. Dibandingkan dengan metode yang lain, kebaikan metode ini ialah hanya sejumlah kecil permukaan yang berkontak, dan bukan permukaan malam yang luas. Keburukannya ialah seringkali pencatatan dilakukan pada dimensi vertical oklusal yang meningkat untuk mencegah berkontaknya gigi-gigi lawan.
Pencatatan relasi sentrik dengan cara menelan dan mengunyah pada galengan gigit (chew-in) termasuk teknik fisiologis. Pada salah satu teknik, malam lunak berbentuk kerucut diletakkan diatas basis gigi tiruan percobaan bawah. Kerucut malam ini berkontak dengan permukaan oklusal galengan gigit atas pada saat pasien menelan. Ini menghasilkan pencatatan relasi horizontal mandibula terhadap maksila (gambar f). Sayangnya, posisi mandibula yang dicatatat dengan metode ini tidak selalu cocok dengan relasi sentrik dan tidak dapat diulang.
Gambar F
(Zarb, George, et all,2002)
Faktor dasar yang perlu diperhatikan dalam pencatatan relasi sentrik adalah :
1. Kestabilan
2. Hubungan horizontal antar rahang yang tetap
3. Free way space yang memadai
4. Kontak oklusi yang merata
5. Penampilan yang menyenangkan
(Basker,er all., 1994)
Menentukan Letak Hubungan Sentrik dan Vertikal
Banyak hubungan vertical dapat ditentukan antara mandibula dan maksila. Tetapi untuk tiap hubungan vertical tertentu ada satu posisi mandibula yang paling mundur dan untuk perubahan tiap dimensi vertical ada satu hubungan horizontal. Perubahan semacam itu terjadi meskipun kondilus dipertahankan pada posisinya yang paling mundur. Posisi yang paling mundur inilah relasi sentrik untuk dimensi vertical tersebut. Dimensi vertical oklusal harus ditentukan antara kedua rahang pasien tidak bergigi untuk menyediakan jarak antar oklusal yang cukup, dan memungkinkan otot-otot mandibula berfungsi pada panjang fisiologisnya yang optimal.
Pencatatan relasi sentrik harus dibuat pada dimensi vertical oklusal yang telah ditentukan bila digunakan busur wajah tipe rata-rata untuk emendapatkan model terhadap sumbu buka articulator. Hal ini perlu karena sumbu gerakan rotasi buka tutup articulator akan akan sama dengan sumbu gerakan yang sama pada pasien hanya bila model dipasang pada sumbu engsel transversal fisiologis yang ditempatkan dengan benar. Bila digunakan sumbu engsel yang ditentukan secara kira-kira, jumlah kesalahan yang terjadi pada penambahan atau penurunan dimensi vertical oklusal di articulator tergantung pada hubungan antara lokasi sumbu yang ditetapkan secar kira-kira terhadap sumbu engsel yang sesungguhnya dan besarnya dimensi vertical di articulator. Jadi bila pencatatan relasi sentrik dibuat tepat paa atau mendekati dimensi vertical oklusal yang diingiknan, maka perubahan dimensi vertical di articulator tidak perlu dilakukan dan kemungkinan terjadinya keslahan-kesalahn oleh penyebab ini akan sangat dikurangi
(Zarb, George, et all,1990)
II.3. Fungsi Relasi Sentrik
Agar gigi posterior dapat mencapai hubungan antar tonjol yang sangat tepat sehingga penyimpangan dalam mulut mudah dideteksi. Gigi dengan kemiringan tonjol 30o dapat lebih efektif untuk memeriksa kecermatan hubungan rahang dibandingkan gigi dengan kemiringan tonjol 20o atau 0o. tonjol dengan kemiringan 30o memperbesar kemungkinan kesalahan oklusi.
Merupakan salah satu persyaratan fisiologis untuk memperoleh kenyamanan stabilitas dan efisiensi di dalam rongga mulut.
Agar beberapa tahap prosedur restorasi gigi geligi dapat dipindahkan ke laboratorium. Keakuratan pencatatan interoklusi tergantung dari metode dan bahan yang dipakai
(Yudith, 2003).
II.4. Keserasian Antara Relasi Sentrik dan Oklusi Sentrik
Pemahaman relasi sentrik dipersulit oleh kegagalan untuk membedakan antara relasi sentrik dan oklusi sentrik. Hal ini terjadi karena kesalahan dalam pemakaian kata sentrik, baik dalam relasi sentrik maupun oklusi sentrik. Sentrik adalah kata sifat dan harus digunakan dengan relasi atau oklusi untuk memberikan arti yang spesifik. Relasi sentrik adalah hubungan antara tulang dan tulang, sedang oklusi sentrik merupakan hubungan antara gigi geligi atas dan bawah. Setelah relasi sentrik ditentukan, oklusi sentrik dapat dibentuk bertepatan dengan relasi sentrik atau dengan memberikan daerah kontak gigi yang luas dalam posisi ini (yang disebut kebebsasan sentrik/freedom in centric).
Kerancuan juga disebabkan oleh kenyataan bahwa banyak orang oklusi sentrik gigi geligi asli tidak bertepatan dengan relasi sentrik. Pada gigi geligi asli oklusi sentrik biasanya terletak di sebelah anterior dari relasi sentrik, dengan jarak rata-rata 0,5-1 mm. pada orang tak bergigi, tiadanya gigi geligi, dan dengan sendirinya juga tidak ada oklusi sentry, membuat perlunya relasi sentrik digunakan sebagi acuan posisi ini harus bertepatan atau tidak.
Benturan-benturan antara gigi asli pada relasi sentril menimbulkan rangsangan dan respons yang mengarahkan mandibula untuk menjauhi hambatan tersebut dalam perjalanannya mencapai oklusi sentrik. Rangsangan yang diciptakan oleh berkontaknya gigi geligi mencapai oklusi sentrik membentuk pola memori yang memungkinkan mandibula kembali ke posisi ini, biasanya tanpa benturan-benturan gigi.
Bila gigi dicabut, banyak reseptor yang memicu rangsang untuk mengatur posisi mandibula menjadi hilang atau rusak. Karena pasien yang sudah tidak bergigi tidak dapat mengendalikan gerakkan-gerakkan mendibula atau menghindari kontak-kontak oklusal yang membelokkan dalam mencapai relasi sentrik seperti halnya pasien yang masih memilki gigi. Kontak oklusal yang membelokkan mandibula dalam mencapai relasi sentrik menyebabkan bergeraknya basis gigi tiruan dan mengubah bentuk jaringan pendukung atau mendorong mandibula untuk menjauhi hubungan ini. Karena itu bagi pasien-pasien yang tidak bergigi, relasi sentrik harus dicari agar ooklusi sentrik dapat dibentuk serasi dengan relasi tersebut. Hal ini biasanya dapat dilakukan dengan membentuk oklusi sentrik bertepatan dengan relasi sentrik. Namun, pada beberapa pasien perlu ada suatu daerah yang lebih lebar untuk tercapainya kontak stabil di dekat relasi sentrik yang disebut kebebasan dalam sentrik atau sentrik panjang.
(Zarb, George, et all,1990).
II.5. Alat Pengukur Relasi Sentrik
Alat Pencatat ekstra-oral dapat digunakan galengan gigit dari malam atau kompon yang diletakkan pada basis sementara dikombinasikan dengan penujuk titik sentral. Pencatat ekstra-oral yang tanpa penunjuk titik sentral dianggap kurang memuaskan karena meskipun alat ini menunjukkan posisi mandibula yang benar dalam arah antero-posterior, namun tidak mencatat hubungan (superoinferior) maksilomandibular yang benar. Sangat sulit untuk mempertahankan tekanan yang sama pada balok-balok malam atau kompon dengan demikian mengunci hubungan rahang berpedoman pada hasil goresan tanpa penunjuk titik sentral tidak banyak berarti.
Alat-alat pencatat intra-oral. Alat pencatat intra-oral merupakan jarum pencatat yang dipasang di dalam mulut, yang sekaligus bertindak sebagai penunjuk titik sentral. Penunjuk titik sentralnya berujung runcing, dan membuat goresan pada lempeng pencatat yang berhadapan. Lempeng pencatat dapat dilubangi pada ujung goresan anak panah yang diperoleh di dalam mulut, atau dapat pula digunakan sebuah lempengan plastic pada puncak panah tersebut. Lubang tersebut digunakan untuk menahan rahang asien pada posisi mundur saat posisi mandibula difiksasi dengan gips atau bahan lain.
(Zarb, George, et all,1994)
II.6. Keterlibatan Otot Dalam Relasi Sentrik
Relasi sentrik bukan posisi istirahat atau posisi postural mandibula. Guna menggerakkan dan menghentikan mandibula pada posisi tersebut diperlukan kontraksi otot-otot. Namun demikian, aktivitas neuromuscular ini tidak mempengaruhi definisinya.
Perlekatan anatomis dari bagian belakang dan tengah otot-otot temporalis dan suprahioid (terutama glenoideus dan digastrikus), diperkuat dengan penelitian EMG, menunjukkan bahwa otot-otot ini menggerakkan dan menghentikan mandibula dalam posisinya yang paling mundur terhadap maksila. Otot-otot temporalis, maseter dan pterigoideus medial mengangkat mandibula ke posisi vertical tertentu terhadap maksila. Otot pterigoideus lateral hanya menunjukkan sedikit aktivitas bila mendibula berada pada relasi sentrik.
(Zarb, George, et all,1990)
II.7. Hambatan dalam pengukuran Relasi Sentrik
Relasi sentrik telah didefinisikan sebagai posisi kondilus paling mundur di dalam fosa glenoid pada jarak buka tertentu tanpa ketegangan otot-otot. Definisi ini sering disalah artikan karena kata tidak tegang diartikan sebagai tidak adanya tegangan anteroposterior. Sedang seharusnya termasuk pula tidak ada tegangan superoposterior.
Struktur sendi TMJ sedemikian rupa sehingga memungkinkan sendi yang satu bergeser ke bawah oleh tekanan yang tidak sama rata ketika dilakukan pencatatan, walaupun kondilus itu masih tetap berada dalam posisi paling mundur. Keadaan ini tidak dapat terjadi di articulator, sehingga kontak oklusal yang mendorong mandibula untuk menyimpang dari pola geraknya yang normal merupakan sumber ketidakstabilan, rasa nyeri, dan resorpsi meskipun hubungan-hubungan yang lain benar. Bila rahang bergerak sebagai engsel, hubungan maksilomandibular akan tercatat dengan tepat secara otomatis. Tetapi kondilus bukan engsel, dan mudah bergeser posisinya, hingga dapat terjadi kesulitan. Jaringan pendukung bagi basis gigi tiruan yang dihasilkan dari cetakan yang terbaik pun tidak mungkin menghalangi kerusakan akibat kesalahan relasi sentrik oleh sebab apapun.
Pencatatan-pencatatan sentrik lebih jauh dipersulit oleh kenyataan bahwa jaringan lunak berbeda-beda kekerasannya. Kekenyalan jaringan ini sebagai realeff yang merupakan akronim dari efek kekenyalan dan kemampuan kembali ke bentuk asal. Kekenyalan ini terdapat pada mukosa dan sendi TM. Karena itu tekanan yang berlebihan pada waktu menetapkan hubungan antar rahang harus dihindari, agar tidak menghasilkan pergeseran jaringan lunak secara berlebihan.
Meskipun pencatatan telah dilakukan dengan tekanan seimbang dan sama rata, sering hal ini hilang ketika model dipasang di articulator atau saat gigi tiruan diproses. Beberapa perubahan tidak dapat dihindarkan karena adanya perubahan dalam bahan basis gigi tiruan selama diproses. Karena alasan ini, perlu dicari kembali ke relasi sentrik yang sama dengan cermat setelah gigi tiruan diselesaikan.
(Zarb, George, et all,2002)
Memundurkan Mandibula ke Relasi Sentrik
Salah satu tahap yang paling sulit dan paling penting adalah memundurkan mandibula ke relasi sentriknya. Beberapa kesulitan yang dihadapi adalah biologik, beberapa fisiologik, dan beberapa mekanik. Metode yang digunakan untuk memundurkan mandibula ini dapat digolongkan sebagai cara pasif dan aktif. Pada cara pasif, pasien harus serelaks mungkin dan dokter gigi membimbing mandibula dalam gerakan buka-tutup kecil (gerakan engsel terminal), atau dengan hati-hati mendorong dagu ke posisi mundur. Pada cara aktif, pasien secara aktif memundurkan mandibulanya mengikuti instruksi.
Kesulitan biologis timbul akibat kurangnya koordinasi dalam kelompok otot yang berlawanan ketika pasien diminta untuk menggigit dalam posisi mundur. Tidak sinkronnya otot-otot yang memajukan dan yang memundurkan rahang mungkin disebabkan oleh posisi eksentrik yang telah biasa diduduki oleh rahang sesuai dengan maloklusi yang ada.
Kesulitan psikologis melibatkan dokter gigi maupun pasien. Makin kuat dokter gigi maupun pasien. Makin kuat dokter gigi berupaya mengatasi ketidakmampuan pasien untuk memundurkan mandibulanya, pasien akan makin bingung dan makin sulit mengikuti instruksi yang diberikan oleh dokter gigi. Dokter gigi harus menyediakan cukup waktu untuk melakukan pencatatan relasi sentrik.
Kesulitan mekanis yang dihadapi dalam melakukan pencatatan relasi sentrik disebabkan oleh kurang cekatnya basis galengan gigit yang digunakan dalam pencatatan ini. Basis galengan gigit yang digunakan dalam pencatatan relasi sentrik harus cekat dan tidak berbenturan satu sama lain. Tekanan yang diberikan oleh pasien pada saat mencatat relasi sentrik sulit dikendalikan. Sebaiknya dilakukan dengan tekanan minimal untuk sejauh mungkin mencegah perubahan bentuk jaringan lunak. Hal ini tampaknya sulit dilakukan. Bila diberikan tekanan minimal pada saat pencatatan, hubungan rahang akan dicatat dengan perubahan jaringan yang minimal dan gigi tiruan akan beroklusi secara bersamaan setelah kontak pertama terjadi.
(Zarb, George, et all,2002)
BAB III
KESIMPULAN
Relasi sentrik ialah posisi mandibula paling mundur terhadap maksila pada dimensi vertikal yang telah ditetapkan.
Bermacam-macam metode yang dipakai untuk mencatat relasi sentrik dapat diklasifikasikan sebagai cara static dan cara fungsional. Kedua metode untuk mencatat relasi sentrik tersebut, masing-masing dapat dilakukan secara intra-oral maupun extra-oral.
Faktor dasar yang perlu diperhatikan dalam pencatatan relasi sentrik adalah : Kestabilan, Hubungan horizontal antar rahang yang teta, Free way space yang memadai, Kontak oklusi yang merata, dan Penampilan yang menyenangkan.
Fungsi pencatatan relasi sentrik adalah : agar gigi posterior dapat mencapai hubungan antar tonjol yang sangat tepat sehingga penyimpangan dalam mulut mudah dideteksi, merupakan salah satu persyaratan fisiologis untuk memperoleh kenyamanan stabilitas dan efisiensi di dalam rongga mulut, dan agar beberapa tahap prosedur restorasi gigi geligi dapat dipindahkan ke laboratorium.
Pada gigi geligi asli oklusi sentrik biasanya terletak di sebelah anterior dari relasi sentrik, dengan jarak rata-rata 0,5-1 mm. pada orang tak bergigi, tiadanya gigi geligi, dan dengan sendirinya juga tidak ada oklusi sentry, membuat perlunya relasi sentrik digunakan sebagi acuan posisi ini harus bertepatan atau tidak.
Hambatan pada pencatatan relasi sentrik adalah : Struktur sendi TMJ sedemikian rupa sehingga memungkinkan sendi yang satu bergeser ke bawah oleh tekanan yang tidak sama rata ketika dilakukan pencatatan, walaupun kondilus itu masih tetap berada dalam posisi paling mundur. Keadaan ini tidak dapat terjadi di articulator, sehingga kontak oklusal yang mendorong mandibula untuk menyimpang dari pola geraknya yang normal merupakan sumber ketidakstabilan, rasa nyeri, dan resorpsi meskipun hubungan-hubungan yang lain benar, jaringan lunak berbeda-beda kekerasannya dan memundurkan mandibula ke relasi sentriknya.
Tumor otak merupakan penyakit yang sukar terdoagnosa
secara dini, karena pada awalnya menunjukkan berbagai gejala yang
menyesatkan dan eragukan tapi umumnya berjalan progresif.
Manifestasi klinis tumor otak dapat berupa:
• Gejala serebral umum, nyeri kepala, kejang
• Gejala tekanan tinggi intrakranial
• Gejala tumor otak yang spesifik
• Gejala serebral umum
Dapat berupa perubahan mental yang ringan (Psikomotor asthenia),
yang dapat dirasakan oleh keluarga dekat penderita berupa: mudah
tersinggung, emosi, labil, pelupa, perlambatan aktivitas mental dan
sosial, kehilangan inisiatif dan spontanitas, mungkin diketemukan
ansietas dan depresi. Gejala ini berjalan progresif dan dapat dijumpai
pada 2/3 kasus
• Nyeri Kepala
Diperkirakan 1% penyebab nyeri kepala adalah tumor otak dan 30%
gejala awal tumor otak adalah nyeri kepala. Sedangkan gejala lanjut
diketemukan 70% kasus.
Sifat nyeri kepala bervariasi dari ringan dan episodik sampai berat dan
berdenyut, umumnya bertambah berat pada malam hari dan pada
saat bangun tidur pagi serta pada keadaan dimana terjadi peninggian
tekanan tinggi intrakranial. Adanya nyeri kepala dengan psikomotor
asthenia perlu dicurigai tumor otak.
• Muntah
Terdapat pada 30% kasus dan umumnya meyertai nyeri kepala. Lebih
sering dijumpai pada tumor di fossa posterior, umumnya muntah
bersifat proyektif dan tak disertai dengan mual.
• Kejang
Bangkitan kejang dapat merupakan gejala awal dari tumor otak pada
25% kasus, dan lebih dari 35% kasus pada stadium lanjut.
Diperkirakan 2% penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak.
Perlu dicurigai penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak
bila:
- Bagkitan kejang pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun
- Mengalami post iktal paralisis
- Mengalami status epilepsi
- Resisten terhadap obat-obat epilepsi
- Bangkitan disertai dengan gejala TTIK lain
Bangkitan kejang ditemui pada 70% tumor otak dikorteks, 50% pasen
dengan astrositoma, 40% pada pasen meningioma, dan 25% pada
glioblastoma.
• Gejala Tkanan Tinggi Intrakranial
Berupa keluhan nyeri kepala di daerah frontal dan oksipital yang
timbul pada pagi hari dan malam hari, muntah proyektil dan enurunan
kesadaran. Pada pemeriksaan diketemukan papil udem. Keadaan ini
perlu tindakan segera karena setiap saat dapat timbul ancaman
herniasi. Selain itu dapat dijumpai parese N.VI akibat teregangnya
N.VI oleh TTIK. Tumor-tumor yang sering memberikan gejala TTIK
tanpa gejala-gejala fokal maupun lateralisasi adalah meduloblatoma,
spendimoma dari ventrikel III, haemangioblastoma serebelum dan
craniopharingioma.
• Gejala spesifik tumor otak yang berhubungan dengan lokasi:Lobus frontal
- Menimbulkan gejala perubahan kepribadian
- Bila tumor menekan jaras motorik menimbulkan hemiparese
kontra lateral, kejang fokal
- Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinentia
- Bila tumor terletak pada basis frontal menimbulkan sindrom foster
kennedy
- Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia Lobus parietal
- Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori kortikal hemianopsi
homonym
- Bila terletak dekat area motorik dapat timbul kejang fokal dan
pada girus angularis menimbulkan gejala sindrom gerstmann’s Lobus temporal
- Akan menimbulkan gejala hemianopsi, bangkitan psikomotor, yang
didahului dengan aura atau halusinasi
- Bila letak tumor lebih dalam menimbulkan gejala afasia dan
hemiparese
- Pada tumor yang terletak sekitar basal ganglia dapat diketemukan
gejala choreoathetosis, parkinsonism.
Lobus oksipital
-. Menimbulkan bangkitan kejang yang dahului dengan gangguan
penglihatan
- Gangguan penglihatan yang permulaan bersifat quadranopia
berkembang menjadi hemianopsia, objeckagnosia
Tumor di ventrikel ke III
- Tumor biasanya bertangkai sehingga pada pergerakan kepala
menimbulkan obstruksi dari cairan serebrospinal dan terjadi
peninggian tekanan intrakranial mendadak, pasen tiba-tiba nyeri
kepala, penglihatan kabur, dan penurunan kesadaran
Tumor di cerebello pontin angie
- Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma
- Dapat dibedakan dengan tumor jenis lain karena gejala awalnya
berupa gangguan fungsi pendengaran
- Gejala lain timbul bila tumor telah membesar dan keluar dari
daerah pontin angel
Tumor Hipotalamus
- Menyebabkan gejala TTIK akibat oklusi dari foramen Monroe
- Gangguan fungsi hipotalamus menyebabkan gejala: gangguan
perkembangan seksuil pada anak-anak, amenorrhoe,dwarfism,
gangguan cairan dan elektrolit, bangkitan
Tumor di cerebelum
- Umumnya didapat gangguan berjalan dan gejala TTIK akan cepat
terjadi disertai dengan papil udem
- Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar keleher dan
spasme dari otot-otot servikal
Tumor fosa posterior
- Diketemukan gangguan berjalan, nyeri kepala dan muntah disertai
dengan nystacmus, biasanya merupakan gejala awal dari
medulloblastoma
IV. PEMERIKSAAN-PEMERIKSAAN PENUNJANG
Setelah diagnosa klinik ditentukan, harus dilakukan
pemeriksaan yang spesifik untuk memperkuat diagnosa dan mengetahui
letak tumor.
# Elektroensefalografi (EEG)
# Foto polos kepala
# Arteriografi
# Computerized Tomografi (CT Scan)
# Magnetic Resonance Imaging (MRI)
V. GAMBARAN CT SCAN TUMOR OTAK BENIGNA
CT Scan merupakan alat diagnostik yang penting dalam
evaluasi pasen yang diduga menderita tumor otak. Sensitifitas CT Scan
untuk mendeteksi tumor yang berpenampang kurang dari 1 cm dan
terletak pada basis kranil.
Gambaran CT Scan pada tumor otak, umumnya tampak
sebagai lesi abnormal berupa massa yang mendorong struktur otak
disekitarnya. Biasanya tumor otak dikelilingi jaringan udem yang terlihat
jelas karena densitasnya lebih rendah. Adanya kalsifikasi, perdarahan
atau invasi mudah dibedakan dengan jaringan sekitarnya karena sifatnya
yang hiperdens. Beberapa jenis tumor akan terlihat lebih nyata bila pada
waktu pemeriksaan CT Scan disertai dengan pemberian zat kontras.
Penilaian CT Scan pada tumor otak:
# Tanda proses desak ruang:
o Pendorongan struktur garis tengah itak
o Penekanan dan perubahan bentuk ventrikel
# Kelainan densitas pada lesi: hipodens, hiperdens atau kombinasi,
kalsifikasi, perdarahan
# Udem perifokal
1. Meningioma
- Merupakan tumor jinak susunan saraf pusat yang berasal dari selsel
pembentuk lapisan luar membrana arakhnoidal (arakhnoid cap
cels), oleh sebab itu dapat dijumpai sepanjang durameter
- Insidennya sekitar 15% dari seluruh tumor otak
- Lokasinya ektra aksial dan berkapsul
- Gambaran CT Scan:
o Tanpa kontras gambaran meninioma 75% hiperdens dan
14,4% isodens
o Gambaran spesifik dari meninioma berupa enchancement
dari tumor dengan pemberian kontras. Meninioma tampak
sebagai masa yang homogen dengan densitas tinggi, tepi
bulat dan tegas.
o Dapat terlihat juga adanya hiperostosis kranialis, destruksi
tulang, udem otak yang terjadi sekitar tumor, dan adanya
dilatasi ventrikel.
2. Adenoma Dituitari/Adenoma Hipofise
- Hampir semua tumor hipofise berasal dari sel endokrin hipofise,
sehingga tumor hipofise dikenal sebagai adenoma hipofise
- Insidennya diperkirakan 5-10% dari tumor otak
- Berupa masa intraseler dengan sekresi, masa intraseler non
sekresi atau masa dengan pembesaran ekstra seler
- Kharakteristik dari adenoma hipofise adanya endokrinopati dan
penekanan tumor pada jaringan sekitarnya, menyebabkan
penekanan khiasma optikus
- Biasanya pada usia 30-40 tahun
- Tumor biasanya solid, dan bila terdapat pembentukan kista,
nekrosis atau perdarahan menunjukkan degenerasi keganasan.
- Gambaran CT Scan:
o Terdapat gambaran hipodens yang berlokasi sekitar sella
tursika, yang melebar dalam lingkungan konveks keatas
dari kelenjar hipofisis
o Pada makroadenoma, terlokasi secara sentral dan simetris
pada sisterna supraseller dengan gambaran agak hiperdens,
dengan kontras menunjukkan enchanchement
o Bila adenoma kistik memperlihatkan gambaran hipoden
dengan enchancement cincin sekitarnya
o Adanya perdarahan pada adenoma menunjukkan gambaran
hiperdens yang bulat dan ireguler
3. Kraniopharingioma
- Tumor ini berasal dari sisa jaringan embrional, dan 50% usia pasen
kurang dari 20 tahun
- Insidennya kira-kira 2,5-4% dari tumor otak
- Secara patologi gambarannya bervariasi dari solid, kistik dan
kalsifikasi
- Lokalisasi biasanya di supraseller dengan obstruksi dari foramen
intraventrikular yang menyebabkan hidrosefalus. Dapat pula
tumbuh pada ventrikel III
- Gambaran CT Scan:
o Memperlihatkan densitas iso, hipo, dan hiperdens yang
heterogen dan mempunyai tepi yang ireguler, dengan
kontras terdapat enhanchement pada bagian tepi
(Peripheral rim) atau bentuk cincin dengan density yang
heterogen
o Pada kraniofaringioma yang kistik danmemperlihatkan lesi
hipodens yang bulat dengan enchancement cincin perifer,
perlu di differesiasi diagnosa:
# Adenoma pituitary
# Meninioma juxtaseller
# Glioma pada khiasma optikus
4. Pilocytic Astrositoma
- Merupakan jenis astrositoma dengan grade rendah (grade 1)
- Sering didapat pada usia muda (9-10 tahun), dan sering
diketemukan di daerah ventrikel atau serebelum dan jarang pada
sereberum
- Insidennya diperkirakan 4% dari tumor intrakranial dan 8% dari
glioma
- Secara CT Scan:
o Menunjukkan gambaran hipodens bentuk tak teratur dan
tepi tak rata. Pada jenis lain mungkin diketemukan kista.
Kalsifikasi didapat 8-10% dan efek dari masa 50% kasus.
Enchanchement pada 50% kasus, biasanya tak merata
5. Akuistik Neurinoma
- Berasal dari sel-sel selubung neurilemmal cabang vestibuler N.VIII,
dekat ganglion dalam kanalis akustikus internus. Insiden pada usia
40-60 tahun
- Insidennya 5-10% dari tumor intrakranial
- Tumor ini sering ditemukan pada sudut serebelloponting, sifatnya
unilateral da pada 5-8% bilateral dan biasanya merupakan bagian
dari penyakit neurofibromatosis
- Tumbuhnya lambat sehingga gejala berjalan berbulan/bertahuntahun
sebelum diagnosa ditegakkan
- Merupakan tumor jinak dan gejala yang ditimbulkan karena
penekanan pada struktur sekitarnya berupa penekanan N.VIII,
N.VII, N.V, serebelum, penekanan dan distorsi dari batang otak,
terjadi sumbatan pada aquaduktus silvii menyebabkan hidrosefalus
dan herniasi tonsil serebelum ke foremen magnum
- Gambaran CT Scan:
o Tanpa kontras menunjukkan gambaran isodens atau
hipodens, mingkin terdapat gambaran kistik
o Dengan kontras menunjukkan enhanchement yang
homogen kadang-kadang membentuk cincin
o Bila tumor besar, ventrikel IV terdorong dan terdapat
hidrosefalus